Pamekasan - Wartawan korban pengancaman pembunuhan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Pamekasan Normaludin, Sukma Umbara Tirta Firdaus, meminta bantuan LBH Pers di Surabaya. "Kami meminta bantuan LBH Pers, dengan harapan agar masalah ini bisa mendapatkan perhatian. Sebab saat ini seolah-oleh ada kesan kasus ini kurang mendapatkan perhatian," kata Sukma kepada ANTARA di Pamekasan, Minggu sore. Sukma menuturkan, permintaan bantuan untuk mengawal kasus ini melalui paguyuban organisasi wartawan lokal Pamekasan, yakni Aliansi Jurnalis Pamekasan (AJP). "Saya juga telah menyerahkan bukti rekaman yang berisi ancaman pembunuhan yang disampaikan Normaludin," katanya, menjelaskan. Termasuk, sambung dia bukti-bukti pendukung lainnya, semisal bukti rekaman pemukulan yang dilakukan oleh orang suruhan Normaludin kepada wartawan Yasin, saat berunjuk rasa memrotes ancaman pembunuhan yang dilakukan Normaludin, beberapa hari setelah Kepala Kemenag Pamekasan itu mengancam hendak membunuh Sukma. Ketua AJP Pamekasan Fauzi menyatakan, masalah ancaman pembunuhan yang dilakukan Kepala Kemenag Pamekasan Normaludin perlu mendapatkan perhatian organisasi, karena itu menyangkut profesi jurnalis. Ia menjelaskan, apa yang telah diberitakan Sukma Firdaus tentang pemotongan gaji pegawai itu, memang faktuan, dan sumbernya sangat terpercaya, karena beberapa orang keluarganya sediri. Jika memang Kepala Kemenag memang keberatan dengan informasi itu, seharusnya melakukan klarifikasi, bukan dengan mengancam melakukan pembunuhan seperti yang telah dilakukan kepada Sukma. "Kalau dengan cara kasar seperti itu, kesannya kan sangat tidak baik," kata Fauzi. Selain itu, cara-cara anarkis, adalah cara-cara yang sangat tidak mendidikan, dan cenderung menghalangi kebebasan pers. Ancaman pembunuhan terhadap wartawan Harian Radar Madura, Sukma Umbara Tirta Firdaus ini bermula, karena ia menulis kebijakan pimpinan itu melakukan pemotongan gaji kepada semua pegawai sebesar Rp100.000 dengan alasan untuk peringatan Hari Amal Bakti (HAB) Kemenag Pamekasan. Ketika itu, Normaludin datang ke kantor koran Harian Radar Madura di Jalan Kabupaten Pamekasan bersama stafnya Juhairiyah. Saat di kantor Radar Madura, Kepala Kemenag Pamekasan ini mengancam hendak membunuh Sukma karena yang bersangkutan dinilai telah melecehkan institusi Kemenag dengan menulis kebijakan memotong gaji para pegawainya. Tidak hanya itu, Normaludin juga menyatakan dirinya seorang bajingan yang memiliki banyak anak buah dan rata-rata anak buahnya pernah membunuh orang. Kasus ancaman pembunuhan yang dilakukan Kepala Kemenag Pamekasan Normaludin ini tidak hanya menulai protes dari kalangan wartawan sendiri, akan tetapi juga dari berbagai aktivis LSM, mahasiswa dan tokoh masyarakat di Pamekasan. Bahkan sejak kasus ini mencuat, gelombang unjuk rasa dari berbagai elemen masyarakat terus digelar secara bergantian, baik dengan menggelar mimbar bebas seperti berorasi, ataupun dengan penyebaran brosur berupa penolakan Normaludin sebagai Kepala Kemenag Pamekasan. "Kami tidak kepala Kemenag seorang preman dan memiliki anak buah yang suka membunuh. Jika Normaludin tetap bertahan di Pamekasan, kami tetap tidak akan berhenti berunjuk rasa," kata juru bicara Pamekasan, Zainal Abidin. Sementara, terkait ancaman itu, wartawan Harian Radar Madura, Sukma Umbara Tirta Firdaus mengaku hidupnya tidak tenang dan hingga kini masih merasa terancam, sehingga yang bersangkutan terpaksa meminta perlindungan polisi.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013