Malang Raya (ANTARA) - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah perlu diakomodasi maksimal di dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu, karena akan memunculkan desentralisasi isu.
"Putusan MK itu memiliki nilai bagus menurut saya, kalau di follow up di dalam pembahasan RUU Pemilu akan memunculkan desentralisasi isu. Sehingga, isu di daerah tidak terlindas dengan isu nasional," kata Bivitri di Kota Malang, Jawa Timur, Senin.
Pemisahan pemilu nasional dan daerah tertuang di dalam putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024.
Terangkatnya isu daerah pelaksanaan Pemilu 2029 akan semakin semarak. Sebab, setiap calon kepala dan wakil kepala daerah serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk kabupaten/kota maupun provinsi bisa berkonsentrasi menggarap persoalan krusial yang ada di wilayahnya sebagai program.
Dengan konsep itu masyarakat daerah akan bisa secara jernih, kritis, dan objektif dalam memilih sosok kepala daerah maupun para legislator berdasarkan kompetensi.
Bivitri menyebut melalui pemisahan pemilu yang diakomodasi di dalam RUU tentang Pemilu juga akan memberikan dampak baik terhadap konfigurasi politik.
"Jadi daerah tidak harus meng-copy apa yang ada di tingkat nasional," ujarnya.
Oleh karena itu, diharapkan putusan MK bisa benar-benar dimasukkan secara maksimal di dalam draf RUU tentang Pemilu dan pembahasannya berjalan sesuai dengan waktu, yakni pada 2026.
"Kalau dibahas di 2026 berarti ada sisa empat tahun dan ini cepat sekali, kalau terlalu mepet bagaimana caranya bisa mengisi ruang yang terbuka," ucapnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse mengungkapkan bahwa pembahasan revisi atau Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilu akan mulai bergulir pada tahun 2026 setelah Badan Legislasi DPR RI memutuskan RUU tersebut masuk ke Program Legislasi Nasional Tahun 2026.
Menurut dia, Komisi II DPR pun akan menjadi pihak yang menginisiasi pembahasan itu.
Dengan dibahas pada 2026, menurut dia, DPR memiliki waktu yang panjang untuk mempersiapkan penyusunan RUU tersebut.
