Surabaya (ANTARA) - Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya Yona Bagus Widyatmoko, meminta anggaran untuk intervensi generasi muda (Gen Z) pada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) APBD 2026 berbasis kemandirian anak muda.
“Anggaran 2026 Pemerintah Kota Surabaya ini Insya Allah menganggarkan sebesar Rp47 miliar untuk intervensi Gen Z. Tujuannya ingin mengurangi angka kemiskinan, pengangguran, lalu kemudian juga bisa mendorong para Gen Z ini memiliki kemandirian,” ujar Yona usai pembahasan R-APBD 2026 dengan Bapemkesra Surabaya, di Surabaya, Kamis.
Politisi yang akrab Cak Yebe ini menjelaskan, anggaran tersebut akan didistribusikan ke kecamatan dan setiap RW diproyeksikan menerima Rp35 juta per tahun. Dia berharap pihak kecamatan dan kelurahan tidak asal menyetujui proposal tanpa pertimbangan yang matang.
“Nah, agar program ini bisa berjalan dengan baik, kami di DPRD Kota Surabaya menekankan untuk para camat dan lurah ini tidak gegabah atau tergesa-gesa meng-approve proposal tanpa kajian. Harapan kami proposal yang diajukan itu punya sustainable,” kata dia.
Menurut dia, program yang dibiayai seharusnya mendorong kemandirian ekonomi anak muda. Kegiatan berbasis kelompok seperti urban farming, kuliner, hingga usaha digital dinilai lebih tepat ketimbang aktivitas seremonial.
“Contoh adalah usaha berbasis digital, kuliner dan lain-lain. Namun ini bersifat kelompok ya, bukan individu. Grouping, bukan individu,” ujarnya.
Dia menilai keberhasilan urban farming di Rungkut yang sudah memasok produk ke toko modern bisa menjadi contoh program berkelanjutan yang dapat diikuti RW lain.
“Hasil urban farming bisa dipasok ke toko-toko modern dan ini menumbuhkan ekonomi. Ini yang kami dorong jadi benchmarking,” ucap dia.
Dia menambahkan, pelatihan harus dibarengi modal agar tidak berhenti di teori. Menurut dia, penggabungan dana beberapa RW dapat dilakukan untuk kegiatan yang membutuhkan investasi lebih besar, tapi berdampak panjang.
“Jangan hanya ikut trendset tanpa hitung masa hidup usahanya. Kuliner memang ramai, tapi berapa banyak SWK yang hidup segan mati tak enak,” kata dia.
Dia mengingatkan agar program ini tidak membentuk pola pikir serba cepat pada anak muda. Gen Z harus dibiasakan menjalani proses agar tumbuh sebagai wirausahawan mandiri.
“Ajari adik-adik kita sebuah proses, bukan hasil. Jangan biasakan mereka hanya menerima bantuan sampai mentalnya menjadi mental terus meminta,” ujarnya.
