Dua Tewas dan Sembilan Luka dalam Penembakan di New York
Sabtu, 25 Agustus 2012 8:59 WIB
New York - Dua orang tewas dan sembilan lagi cedera ketika seorang karyawan yang tidak puas atas pemecatan terhadap dirinya melakukan penembakan, Jumat pagi, di luar Empire State Building, salah satu gedung utama perkantoran di New York City dan sekaligus pusat tujuan wisatawan dari seluruh dunia di kota itu.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, tidak ada warga negara Indonesia yang menjadi korban penembakan.
Menurut berbagai laporan media setempat, suara tembakan mulai terdengar di jalan Fifth Avenue, dekat Empire State Building, pada pukul 09.00 waktu setempat, saat toko-toko mulai buka serta banyak orang memenuhi sisi jalan menuju ke tempat mereka bekerja.
Tiba-tiba, seperti yang dituturkan seorang warga kepada WABC-TV New York, orang-orang berteriak, "Tiarap! Tiarap!" dan terdengar "dor... dor... dor" dalam waktu sekitar 15 detik.
Tak lama kemudian, warga tersebut melihat sejumlah orang luka-luka di trotoar, termasuk salah seorang dari mereka yang mengeluarkan banyak darah.
Komisaris Kepolisian New York (NYPD), Raymond Kelly, mengidentifikasi pelaku penembakan sebagai Jeffrey Johnson, warga Manhattan yang berusia 58 tahun.
Johnson tahun lalu diberhentikan dari tempatnya bekerja di toko pakaian Hazan Imports karena perusahaan yang bersangkutan melakukan perampingan karyawan.
Di toko itu, Johnson bekerja sebagai perancang pernak-pernik pakaian perempuan selama enam tahun.
Johnson, yang disebut-sebut tidak puas atas pemberhentian itu, kemudian mendatangi seorang mantan teman kerjanya, menarik pelatuk pistol dan menembaknya, kata para petugas.
Johnson sendiri kemudian tewas ditembak oleh polisi.
Menurut laporan Reuters --yang mengutip pihak berwenang, Johnson menembak rekan kerjanya, Hazan (41) tiga kali dengan pistol kaliber 45 dari jarak dekat.
Ketika para polisi mengurungnya di jalan di luar Empire State Building, Johnson mengarahkan pistolnya ke arah mereka sehingga para petugas menembak-balik hingga Johnson tewas, kata Raymond Kelly. (*)