Surabaya - Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Aneka Industri, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) mengecam pembubaran paksa oleh polisi terhadap buruh perempuan yang melakukan mogok kerja secara sah di PT Surya Dave Plastec dan PT Suns Engineering Plastic, Sidoarjo. "Peran kepolisian seharusnya memberikan perlindungan melalui negosiasi buruh dengan perusahan dan menegakkan hukum, bukan justru melakukan tindakan brutal dan sewenang-wenang," kata Ketua Umum PP SPAI FSPMI Obon Tabroni didampingi Sekjen FSPMI Djamaludin Malik di Surabaya, Kamis. Ia menjelaskan sekitar 250-an buruh pabrik plastik PT Surya Dave Plastec dan PT Suns Engineering Plastic yang tergabung dalam Pimpinan Unit Kerja (PUK) SPAI FSPMI melakukan mogok kerja di depan perusahaan sejak 23 Juli lalu. "Tuntutan mereka antara lain menolak 'union busting' (pemberangusan hak berserikat), penghapusan sistem kerja kontrak dan 'outsourcing', serta pemberian upah sesuai dengan UU, karena kebijakan perusahaan selama ini merugikan dan menindas buruh sehingga terjadi sejumlah pelanggaran hak buruh," ucapnya. Pelanggaran hak-hak buruh antara lain skorsing, mutasi dan memberikan surat peringatan terhadap pengurus dan anggota Serikat Pekerja (SP), serta mendesak karyawan untuk mau dialihkan menjadi "outsourcing" dan mempekerjakan karyawan outsourcing di bagian produksi. "Perusahaan juga menerapkan sistem kontrak yang tidak sesuai dengan UU. Selain itu, pihak perusahaan juga melakukan kriminalisasi, gugatan pidana dan perdata terhadap buruh dan serikat buruh," tukasnya. Menyikapi permasalahan itu, pihak serikat pekerja menempuh jalur perundingan dialog bipatrit, tetapi tidak ada itikad baik dari pihak perusahaan sehingga permasalahan tidak selesai malah perkembangan kebijakan perusahaan semakin sewenang-wenang terhadap buruh. "Para buruh juga sudah melaporkan kasus itu ke Dinsosnaker Sidoarjo dan Disnakertransduk Jatim, tetapi tidak ada penanganan dan langkah penyelesaian yang tegas dan serius, sehingga para buruh memutuskan untuk menempuh langkah mogok kerja," paparnya. Pada mogok kerja hari pertama, atas desakan serikat dan Lembaga Ombudsman Jatim, pihak Disnaker Sidoarjo dan Provinsi datang menangani, tetapi terlambat dan tidak serius sehingga belum ada penyelesaian. Hari kedua dan ketiga, pihak Disnaker tidak datang. Aparat kepolisian maupun tentara terlihat turut mengamankan aksi mogok dan sejak awal aparat keberatan dengan mogok dan unjuk rasa yang dilakukan dan meminta aksi untuk diakhiri, meski belum ada penyelesaian. "Karena pihak perusahaan tidak mau memberikan respon atas tuntutan buruh, para buruh melanjutkan mogok kerja kembali, lalu Rabu (25/7) sore, aparat kepolisian menerobos kerumunan buruh perempuan ke dalam pabrik, sehingga terjadi bentrokan yang menyebabkan 10 buruh perempuan terluka dan dilarikan ke rumah sakit," katanya. Pascainsiden, buruh tetap melanjutkan mogok kerja hingga malam hari dan lokasi mogok kerja berpindah ke dalam pabrik, tiba-tiba aparat kepolisian yang dipimpin Kapolres Sidoarjo AKP Marjuki menyerbu masuk dan membubarkan paksa mogok kerja dengan menggunakan anjing. "Tindakan aparat kepolisian itu mencerminkan bahwa aparat kepolisian tidak memahami secara utuh tentang hak-hak buruh yang dilindungi oleh undang-undang, sebab pemogokan yang dilakukan oleh buruh adalah aktivitas sah menurut UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan," katanya, menegaskan. Oleh karena itu, SPAI FSPMI menuntut adanya tindakan tegas kepada seluruh aparat kepolisian yang telah melakukan pembubaran paksa, karena melanggar UU 13/2003, serta menuntut pemerintah terkait untuk segera menyelesaikan dan memberikan tindakan serius terhadap pihak perusahaan.(*)
FSMPI Kecam Pembubaran Buruh Perempuan Sidoarjo yang Mogok
Kamis, 26 Juli 2012 11:44 WIB