Wartawan Afghanistan Dibunuh
Kamis, 23 Februari 2012 5:25 WIB
Khost (ANTARA/AFP) - Seorang wartawan radio Afghanistan dipancung di Paktika, provinsi tenggara yang dilanda kekerasan, setelah ia diajak ke sebuah pertemuan oleh orang-orang tak dikenal, kata seorang pejabat, Rabu.
Mayat Samid Khan Bahadarzai (25), yang bekerja untuk sebuah stasiun radio lokal di kota Urgun, ditemukan Selasa malam di dekat rumahnya beberapa jam setelah ia menerima telefon.
"Kami masih menyelidiki untuk mengetahui siapa di balik pemenggalan brutal ini, namun ia dibunuh setelah menerima telefon dari seseorang yang memintanya keluar," kata kepala kepolisian provinsi itu, Dawlat Khan Zadran, kepada AFP.
Wartawan di masa silam menjadi sasaran serangan gerilyawan Taliban yang menolak peliputan mereka, namun seorang juru bicara Taliban mengatakan kepada kantor berita Afghan Islamic Press, mereka tidak mendalangi pembunuhan Bahadarzai.
"Mujahidin tidak pernah membunuh wartawan," kata Zabiullah Mujahid. "Taliban bisa mengatasi masalah dengan wartawan dengan berbicara langsung dengan mereka."
Pada 2007, wartawan dan penterjemah Afghanistan Ajmal Naqshbandi dipenggal kepalanya setelah tertinggal di belakang ketika seorang wartawan Italia dibebaskan oleh Taliban.
Konflik meningkat di Afghanistan dengan jumlah kematian sipil dan militer mencapai tingkat tertinggi tahun lalu ketika kekerasan yang dikobarkan Taliban meluas dari wilayah tradisional di selatan dan timur ke daerah-daerah barat dan utara yang dulu stabil.
Sebanyak 711 prajurit asing tewas dalam perang di Afghanistan sepanjang tahun 2010, yang menjadikannya sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan asing, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas situs independen icasualties.org.
Jumlah kematian sipil juga meningkat, dan Kementerian Dalam Negeri Afghanistan mengumumkan bahwa 2.043 warga sipil tewas pada 2010 akibat serangan Taliban dan operasi militer yang ditujukan pada gerilyawan.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara berada di Afghanistan untuk membantu pemerintah kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya. (*)