Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Gyeongnam International Development Cooperation Center (GNIDCC) dan Korea International Cooperation Agency (KOICA), Korea menjajaki potensi kerja sama riset pengelolaan limbah makanan menjadi energi.
"Riset ini dilatarbelakangi adanya potensi limbah air domestik yang sangat besar di Indonesia. Namun, di satu sisi proses pengelolaannya masih sangat terbatas. Maka itu, teknologi alternatif sangat diperlukan baik dalam skala aktivitas usaha maupun individual," kata Kepala Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih BRIN, Ario Betha Juanssilfero melalui keterangan di Jakarta, Rabu.
Ario menekankan riset pengelolaan limbah sangat penting untuk mendukung pelestarian lingkungan dan sebagai bahan energi terbarukan.
Salah satu riset pengelolaan limbah yang telah dilakukan BRIN, kata dia, yaitu daur ulang limbah air yang diubah menjadi air bersih dengan menggunakan proses biofilter anaerobic-aerobic dan membrane bio reactor (MBR).
"Pengelolaan limbah yang baik dapat membuka berbagai peluang, termasuk mengubahnya menjadi energi. Untuk itu, diperlukan riset dan kolaborasi dengan berbagai pihak untuk dapat mewujudkannya," ujarnya.
Oleh karenanya, pertemuan BRIN dengan GNIDCC dan KOICA tersebut menjadi salah satu upaya dalam bidang kerja sama riset dalam bidang energi hijau, terutama pengelolaan limbah makanan.
Perwakilan GNIDCC Kwanyoung Kim mengatakan, pada 2021, limbah di Indonesia mencapai 63,9 juta ton. Jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah di masa depan dan polusi akibat limbah organik ini akan menjadi masalah yang meluas dalam pengelolaan limbah.
"Indonesia saat ini memproduksi 25,4 juta ton limbah makanan dan 10,9 juta ton limbah hijau. Sayangnya, hanya 7,5 persen limbah organik tersebut yang telah terkelola melalui mekanisme pengomposan," ujarnya.
Padahal, kata Kim, limbah makanan yang belum dipisahkan dan dikelola dapat menyebabkan berbagai polusi seperti kontaminasi tanah dan air serta mengakibatkan gas rumah kaca.
Saat ini, pengelolaan limbah makanan masih belum menjadi perhatian utama jika dibandingkan dengan pengelolaan limbah plastik. Oleh sebab itu, ia menekankan pengelolaan limbah makanan perlu diperhatikan secara sistematis, masif, dan terstruktur.
"Untuk itu, program peningkatan kapasitas dan teknologi sangat diperlukan untuk mewujudkannya," ucap Kim.
Diketahui, pertemuan antara delegasi Korea dan BRIN tersebut bertujuan untuk membahas kerja sama lebih lanjut dalam pengelolaan limbah menjadi energi, atau dikenal sebagai Waste to Energy (WtE).
Pertemuan tersebut juga membahas pengembangan teknologi dan kebijakan terkait dengan transformasi hijau, mitigasi perubahan iklim, serta manajemen ekosistem industri yang berkelanjutan.