Jakarta (ANTARA) - Analis broker Octa Kar Yong Ang menyatakan harga emas akan terus meningkat hingga tahun 2025, meski sempat mengalami koreksi dalam beberapa bulan terakhir.
“Secara keseluruhan, kami melihat gambaran yang beragam. Pada dasarnya, emas 'patut dibeli', tetapi faktor teknis menunjukkan bahwa koreksi jangka pendek mungkin akan terjadi,” kata Kar Yong Ang, di Jakarta, Jumat.
Meskipun ada kemunduran sementara, emas terus bergerak lebih tinggi di bulan Agustus dengan rekor tertinggi di angka 2.531 dolar AS per ounce.
Kebijakan moneter global yang longgar menjadi salah satu faktor utama yang mendukung kenaikan harga emas. Bank sentral di seluruh dunia, termasuk Federal Reserve AS, diperkirakan akan menurunkan suku bunga secara signifikan dalam beberapa kuartal ke depan.
Penurunan suku bunga ini akan mengurangi biaya peluang untuk memiliki emas, sehingga meningkatkan daya tarik logam mulia ini.
Selain itu, ketidakstabilan politik global, seperti konflik di Timur Tengah dan Eropa Timur, juga memberikan dorongan tambahan bagi harga emas. Dalam situasi ketidakpastian geopolitik, emas sering kali dianggap sebagai aset yang aman atau safe haven.
“Sampai ada jalan yang jelas menuju stabilitas, investor akan lebih memilih untuk berhati-hati dan hanya akan membeli emas 'untuk berjaga-jaga’,” kata dia lagi.
Permintaan dari negara-negara konsumen utama emas, seperti China dan India, juga diperkirakan akan tetap kuat. Pemerintah India, misalnya, telah memotong bea impor emas dan perak dari 15 persen menjadi 6 persen untuk mendukung konsumsi selama musim perayaan.
Dengan berbagai faktor bullish yang mendukung, emas diprediksi akan terus menarik minat investor hingga 2025. Dia meyakini harga emas akan menguji level 2.600 dolar AS dan dapat bergerak menuju 3.000 dolar AS pada tahun 2025.
Meski begitu, Kar Yong Ang mengingatkan investor harus waspada terhadap potensi volatilitas pasar dalam jangka pendek.
Salah satu faktor yang bisa mempengaruhi harga emas adalah persaingan dengan Bitcoin. Meskipun emas tetap menjadi pilihan utama bagi investor konservatif, Bitcoin mulai menarik perhatian sebagai alternatif. Namun, pergerakan harga Bitcoin yang lebih volatil dibandingkan emas membuat emas tetap lebih stabil sebagai aset lindung nilai.
“Hubungan ini terlihat jelas di bulan Agustus, ketika emas naik 2,2 persen sementara harga Bitcoin turun 8,5 persen,” ujarnya pula.