Puluhan siswa di SD Negeri 2 Karangpatihan, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur terpaksa menggunakan kelas darurat untuk kegiatan belajar mengajar (KBM) akibat gedung kelas yang sudah rusak dan tidak layak.
"Sengaja kami alihkan ke kelas darurat, karena gedungnya (kelas) tidak layak. Kondisi bangunan sudah rapuh, rawan jika tetap digunakan," kata salah satu guru pengajar, Bambang Sutikno di Ponorogo, Rabu.
Bambang menyebut kondisi memprihatinkan tersebut sudah terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Akibatnya, pihak sekolah harus melakukan aktivitas belajar mengajar di luar kelas untuk sebagian siswa dengan memanfaatkan kelas darurat serta ruangan perpustakaan.
Bambang menjelaskan ada tiga kelas yang dikosongkan, yakni kelas 1, kelas 2 dan kelas 3. Dimana untuk kelas 1 menggunakan ruang perpustakaan, kelas 2 dan kelas 3 menggunakan kelas darurat yang dibangun dengan secara sederhana.
Hal serupa juga dialami untuk ruang kelas 4 dan 5, namun pihak sekolah dan siswa lebih memilih bertahan, karena sudah tidak ada lagi ruang yang bisa digunakan.
"Kelas 1 sampai 5 kondisinya hampir sama, rusak semua. Kondisi atap sudah rapuh dan kuda-kudanya sudah melengkung," katanya.
Bambang menambahkan sebenarnya pihaknya pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah melalui Dana Alokasi Umum (DAU) untuk merenovasi ruang kelas. Namun, anggaran tersebut hanya cukup untuk renovasi kelas 6 dan kantor guru.
"Sudah pernah dapat bantuan dari Pemkab tahun 2022 dan 2023 untuk renovasi kelas 6 dan ruang guru, kalau harapannya ya mau dibangun ulang," ujarnya.
"Sengaja kami alihkan ke kelas darurat, karena gedungnya (kelas) tidak layak. Kondisi bangunan sudah rapuh, rawan jika tetap digunakan," kata salah satu guru pengajar, Bambang Sutikno di Ponorogo, Rabu.
Bambang menyebut kondisi memprihatinkan tersebut sudah terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Akibatnya, pihak sekolah harus melakukan aktivitas belajar mengajar di luar kelas untuk sebagian siswa dengan memanfaatkan kelas darurat serta ruangan perpustakaan.
Bambang menjelaskan ada tiga kelas yang dikosongkan, yakni kelas 1, kelas 2 dan kelas 3. Dimana untuk kelas 1 menggunakan ruang perpustakaan, kelas 2 dan kelas 3 menggunakan kelas darurat yang dibangun dengan secara sederhana.
Hal serupa juga dialami untuk ruang kelas 4 dan 5, namun pihak sekolah dan siswa lebih memilih bertahan, karena sudah tidak ada lagi ruang yang bisa digunakan.
"Kelas 1 sampai 5 kondisinya hampir sama, rusak semua. Kondisi atap sudah rapuh dan kuda-kudanya sudah melengkung," katanya.
Bambang menambahkan sebenarnya pihaknya pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah melalui Dana Alokasi Umum (DAU) untuk merenovasi ruang kelas. Namun, anggaran tersebut hanya cukup untuk renovasi kelas 6 dan kantor guru.
"Sudah pernah dapat bantuan dari Pemkab tahun 2022 dan 2023 untuk renovasi kelas 6 dan ruang guru, kalau harapannya ya mau dibangun ulang," ujarnya.