Surabaya (ANTARA) - DPRD Kota Surabaya melalui Badan Pembuatan Peraturan Daerah (Bapemperda) mengusulkan pembentukan Lembaga Penyedia Layanan Pemberdayaan Perempuan (LPLPP) sebagai penguat di dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan.
"Kami dari Bapemperda melalui Raperda Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan, di situ disarankan pemkot punya lembaga sendiri untuk pemberdayaan perempuan," kata Anggota Bapemperda DPRD Surabaya Ajeng Wira Wati di Surabaya, Sabtu.
Ajeng menyatakan melalui LPLPP itu pemberdayaan perempuan di Kota Surabaya bisa berjalan lebih fokus. Selain itu, juga memunculkan indikator keberhasilan pemberdayaan kaum perempuan, khususnya dari segi ekonomi.
Nantinya LPLPP tersebut berada di bawah kendali Dinas Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak, serta Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Surabaya.
"Kalau selama ini masih jadi satu antara Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja, Koperasi Usaha Kecil dan Menengah, dan Perdagangan, DP3APPKB, serta Dinas Sosial. Itu membuat proporsi pemberdayaan belum ada perhitungan minimalnya," ujarnya.
Termasuk dengan tingkat efektivitas pelaksanaan pendampingan pemberdayaan perempuan itu sendiri.
Ajeng yang juga Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya berharap lembaga itu nantinya bisa membentuk indikator dan melakukan monitoring efektivitas pelaksanaan program pemberdayaan.
"Kemudian mengajak bermitra di setiap wilayah, melalui kelurahan maupun kecamatan. Informasinya sudah ada kantornya di Balai Pemuda tetapi belum berjalan maksimal," ucap dia.
Ajeng menyatakan usulan soal Reperda Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan atau P3, pemkot bisa menerbitkan payung hukum pembentukan LPLPP melalui Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya, termasuk alokasi proporsi anggaran.
"Kalau target itu teknis dan harus mengacu ke perwali, kalau untuk secara global diatur di dalam perda," kata dia.
Raperda itu kini sudah selesai dibahas dan telah dilaporkan ke pimpinan DPRD Kota Surabaya. Setelah itu, pihaknya juga mengajukan penjadwalan pelaksanaan rapat pembahasan lanjutan agar segera diparipurnakan.
"Terpenting kami sudah punya raperdanya. Sifatnya kerja kami menelurkan rancangan, salah satunya mengenai perempuan ini," kata dia.
Ditanya soal posisi Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Pengarusutamaan Gender, Ajeng menjelaskan bahwa raperda terbaru itu bersifat memperkuat aturan yang sudah ada.
"Kami memasukkan muatan materi yang berdasarkan UU TPKS, KIA, dan peraturan lainnya mengenai perlindungan serta pemberdayaan perempuan yang belum ada di Perda Pengarusutamaan Gender. Jadi ini juga memperkaya," katanya.