Kediri (ANTARA) - Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur (Jatim), KH Abdul Hakim Mahfudz atau Gus Kikin meminta semua pihak baik pesantren maupun orang tua saling introspeksi pasca-meninggalnya santri di Kediri dan ikut berbenah sehingga manajemen lebih baik lagi.
"Kita semua tentu sangat prihatin dengan peristiwa yang terjadi pada ananda Bintang. Kita doakan yang terbaik untuk almarhum. Semoga ini menjadi tragedi terakhir yang terjadi di lingkungan pesantren," katanya dalam rilis yang diterima di Kediri, Minggu.
Ia juga mengajak untuk mencermati peristiwa yang menimpa BM (14), santri Pondok Pesantren Tartilul Quran (PPTQ) Al Hanifiyyah, di Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, yang menjadi korban penganiayaan hingga meninggal dunia.
Gus Kikin menyampaikan keprihatinan atas kejadian itu dan mendorong adanya evaluasi secara berkelanjutan, sebab perubahan perilaku di kalangan remaja saat ini memang seringkali menimbulkan kejutan. Kondisi anak juga tidak bisa dilepaskan dari pola pengasuhan di lingkungan keluarga.
"Sadar atau tidak, banyak orang tua yang menjadikan gawai sebagai baby sitter bagi anak-anak mereka sejak usia balita. Akibatnya, tidak sedikit yang meniru perilaku kekerasan dari apa yang mereka tonton di gawai tersebut," katanya.
Pejabat (Pj) Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) Jatim itu menambahkan kondisi ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi para pengurus dan pengasuh pesantren.
Karena itu, menurutnya, pengelola pesantren juga harus selalu adaptif dan antisipatif terhadap berbagai perkembangan dan perubahan di tengah masyarakat.
"Tentu dengan tetap menjadikan nilai-nilai luhur pesantren sebagai inspirasi dan pedoman dalam membimbing keseharian para santri," katanya.
Santri PPTQ Al Hanifiyyah, di Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, berinisial BM (14) dianiaya oleh seniornya hingga berujung meninggal dunia di area pondok.
Kapolres Kediri Kota AKBP Bramastyo Priaji mengungkapkan polisi sudah menetapkan empat tersangka yakni AF (16) asal Denpasar Bali, MN (18) asal Sidoarjo, MA (18) asal Nganjuk, dan AK (17) asal Surabaya. Satu dari tersangka masih berstatus saudara yakni AF. Mereka mempunyai peran dalam penganiayaan tersebut sehingga menyebabkan kematian korban.
Polisi juga sudah melakukan rekonstruksi dan diketahui penganiayaan dilakukan beruntun yakni 18 Februari, 21 Februari, dan 22 Februari 2024 sampai 23 Februari dini hari. Korban kemudian dinyatakan meninggal dunia pada Jumat (23/2).
Dokter yang memeriksa juga mengungkapkan di tubuh korban ditemukan banyak luka yang terutama tubuh bagian atas.
"Untuk penganiayaan sementara menggunakan tangan kosong dan nenda tumpul, ini sesuai dengan keterangan yang diterima terjadi luka di tubuh korban," ungkap Kapolres.
Pengasuh Ponpes Tebuireng ajak pesantren benahi manajemen lebih baik
Minggu, 3 Maret 2024 20:33 WIB