Surabaya (ANTARA) - Pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Fahrul Muzaqqi menyebut pertemuan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, Minggu (18/2) merupakan langkah menjaga komunikasi.
"Di Pilpres 2024 ini posisi keduanya tidak satu gerbong, saya rasa tidak lantas menjadi penghalang kedua belah pihak tidak menjalin komunikasi lagi," kata Fahrul kepada ANTARA di Surabaya, Selasa.
Fahrul menjelaskan sinyal rekonsiliasi komunikasi tokoh nasional itu tak bisa dilepaskan ikatan hubungan keduanya yang sudah terbangun, khususnya ketika Jokowi menduduki kursi kepala negara.
"Memang karakter Pak Jokowi ini tipikal pemimpin yang bisa menyambung hubungan," ujarnya.
Pertemuan itu, kata dia, juga bisa menjadi sarana rekonsiliasi keduanya seusai rampungnya tahapan pemungutan suara, pada 14 Februari 2024.
"Artinya sinyal rekonsiliasi sangat terbuka lebar," tuturnya.
Oleh karena itu, Fahrul menyebut masih terlalu dini apabila harus menduga jika pertemuan tersebut ditafsirkan NasDem yang diketuai Surya Paloh akan berpindah haluan koalisi.
Lebih lanjut, Surya Paloh disebutnya juga pasti memikirkan pandangan publik apabila langsung mengambil keputusan menyeberang ke kubu lain.
"Saya rasa terlalu riskan secara politik dan citra etis di mata masyarakat," ucapnya.
Sebagaimana yang diketahui, akhir pekan kemarin Presiden Joko Widodo dan Surya Paloh menggelar pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta.
Kemudian, pada Senin (19/2) usai peresmian Rumah Sakit Pertahanan Negara Panglima Besar Jenderal Soedirman dan 20 rumah sakit TNI, di Jakarta, Presiden Jokowi menyebut pertemuannya dengan Ketua Umum DPP Partai NasDem, Surya Paloh untuk menjadi "jembatan" atau menjembatani sesuatu.
"Ini baru awal-awal. Nanti kalau sudah final nanti kami sampaikan. Tapi itu sebetulnya saya itu hanya menjadi ‘jembatan’, yang paling penting kan nanti partai-partai lah," kata Presiden.