Jakarta (ANTARA) -
"Pengungkapan kasus ini merupakan hasil kerja sama koordinasi antara Pomdam V/Brawijaya dan Polda Metro Jaya dan melibatkan Polda Jatim, " kata Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad), Brigjen TNI Kristomei Sianturi dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.
Kristomei menambahkan saat ini ada tiga terduga oknum TNI yang sedang diperiksa dan diselidiki atau disidik oleh Pomdam V/Brawijaya karena mereka berperan dalam menyediakan tempat penampungan kendaraan tersebut.
"Selanjutnya, kami melakukan penyelidikan dan berhasil menangkap dua orang tersangka, yaitu MY berperan sebagai pengepul kendaraan tersebut, yang nanti akan dikirim ke Timor Leste. Sedangkan EI merupakan pengepul sekaligus yang yang membiayai pengiriman ke Timor Leste, " katanya.
Wira menambahkan dari penangkapan tersebut ditemukan barang bukti kendaraan roda empat sebanyak 46 unit dan kendaraan roda dua sebanyak 214 unit dengan berbagai merek di Gudbalkir Sidoarjo.
"Para tersangka mendapatkan kendaraan roda empat maupun roda dua dari beberapa wilayah, baik itu di wilayah Jakarta, wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, maupun Jawa Barat, dengan harga 8 sampai 10 juta, kemudian dijual kembali ke Timor Leste dengan estimasi harga antara 15 sampai 20 juta, " ucapnya.
Selanjutnya para tersangka dijerat dengan Pasal 363 dengan ancaman hukuman tujuh tahun, kemudian pasal 480 KUHP ataupun Penadahan, dan Pasal 481 dengan ancaman 7 tahun, kemudian Pasal 372 dengan ancaman empat tahun, Pasal 35 Undang-Undang nomor 42 tahun 99 tentang Jaminan Fidusia dengan ancaman lima tahun, Pasal 36 Undang-Undang 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dengan ancaman hukuman paling lama dua tahun.
Kemudian menurut Wakil Komandan Puspom TNI AD, Mayjen TNI Eka Wijaya Permana untuk ketiga prajurit sudah ditahan dan telah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
"Pelanggaran dari ketiga prajurit ini yaitu Pasal 480 KUHP, kemudian Pasal 56 KUHP turut serta dalam kejahatan, Kemudian kami berikan juga Pasal 126 yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) tentang menyalahgunakan kekuasaan, ini karena prajurit, termasuk Pasal 103 KUHPM yaitu tidak mentaati perintah atasan," katanya.