Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Jember mendukung penerapan peraturan kawasan tanpa rokok (KTR) di Kabupaten Jember, Jawa Timur.
"Kami mendukung penuh kawasan tanpa rokok itu, sebab tingkat kematian akibat kebiasaan merokok di Indonesia telah mencapai 57.000 orang setiap tahunnya dan 4.000.000 kematian di dunia setiap tahunnya," kata Dosen FKM Unej Taufan Asrisyah Ode dalam seminar nasional yang digelar di aula fakultas setempat, Selasa.
Menurutnya Jember menjadi kabupaten peringkat kelima untuk kategori perokok setiap hari pada penduduk ≥10 tahun yaitu 27,88 persen berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013 dan 2018, sehingga hal tersebut cukup memprihatinkan.
"Faktanya sendiri Jember menjadi penghasil tembakau terbesar di Jawa Timur. Pada tahun 2017, Jember mengekspor tembakau cerutu senilai Rp1,5 triliun dan tembakau sebagai trademark kabupaten setempat," tuturnya.
Baca juga: Unej borong 10 medali pada Abdidaya PPK Ormawa 2023
Ia mengatakan bahwa persoalan itu merupakan tantangan yaitu secara sosial ekonomi masyarakat yang mayoritas sangat bergantung pada komoditas tembakau. Secara historis dan filosofis, Jember sangat erat terikat secara kultur dengan tembakau.
Sementara Sekretaris Dinas Kesehatan Jember Koeshar Yudyarto mengatakan pihaknya fokus untuk penerapan kawasan tanpa rokok tentunya skala prioritas yaitu sektor kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas, lalu di sektor pendidikan seperti di sekolah.
"Kalau puskesmas Insyaallah 100 persen telah menerapkan kawasan tanpa rokok, dan Dinas Pendidikan seperti sekolah-sekolah semuanya telah menerapkannya, semuanya butuh waktu, butuh pengawasan untuk bisa menerapkan," katanya.
Menurutnya perlu adanya tindakan yang lebih intensif untuk menjadikan kawasan tanpa rokok, persentasenya akan meningkat jika ditambahkan petugas yang senantiasa selalu mengingatkan, sehingga memerlukan waktu untuk menyesuaikan kawasan tanpa rokok itu.
"Bentuk sosialisasi untuk eksternal, puskesmas melakukan penyuluhan terutama di sekolah dan pesantren dikaitkan dengan penyuluhan reproduksi dan bahaya merokok serta masalah kesehatan lainnya," ujarnya.