Meski berada di sisi jalan yang tepinya jurang, keberadaan "sapi-sapi" itu seolah menyambut dan menyapa warga yang melintas.
Jalannya tidak lebar, sekitar 4-5 meter saja. Setiap dua kendaraan yang melintas salipan harus benar-benar berhenti untuk memastikan jaraknya cukup. Apalagi jalannya menantang, karena sisi kiri perbukitan, sedangkan sisi kanan adalah jurang curam.
Di salah satu titik permukiman, bahkan terdapat patung sapi perah ukuran raksasa. Di sebelahnya juga terdapat pajangan "Milkcan Aluminium", yaitu ember perah atau wadah penyimpanan susu segar yang ukurannya juga jumbo.
Patung dan wadahnya cukup mencolok. Titik yang pas untuk dibuat berfoto atau sekadar mengamati dari dekat bentukan sapi tanpa harus khawatir diamuk.
Wilayahnya berada di kaki Gunung Banyak. Jarak dari pusat Kota Batu sekitar 7,5 kilometer. Panorama alamnya sudah jelas memukau. Kanan kiri hijau, dan dipenuhi persawahan maupun ladang pertanian. Udaranya segar dan alamnya indah.
Topografinya cukup menarik karena areanya yang berbukit. Karena itu, jalan berliku naik turun menjadi "penghias" perjalanan menuju ke lokasi peternakan sapi perah itu.
Dusun Brau dikenal sebagai salah satu dusun terpencil di kota wisata tersebut. Namun, siapa sangka di sana tersimpan potensi-potensi perekonomian yang tinggi. Bukan hanya untuk warga setempat, tapi juga menggerakkan ekonomi Kota Batu serta Provinsi Jawa Timur.
Dikenal dengan sentra penghasil susu sapi karena mayoritas warganya peternak sapi perah. Jumlah populasi dan warganya pun seolah terbalik. Di sana, penduduknya berjumlah sekitar 500-an orang, namun sapi perahnya ada 1.200-an ekor. Tidak salah, di sana dikenal lebih banyak sapi daripada warganya.
Selain susu cair, biasanya susu yang dihasilkan dikembangkan menjadi produk turunan. Ada permen susu, stik susu, pia susu, keripik susu, labu susu, bahkan yang terbaru adalah keju mozarella.
Tak main-main omzet yang dihasilkan, yaitu mencapai Rp200 jutaan setiap bulannya. Suatu catatan prestasi perekonomian menjanjikan, mengingat Brau "hanyalah" dusun kecil yang lokasinya terpencil.
Produk olahannya kini menjadi idola kafe-kafe maupun rumah makan di beberapa kota besar, seperti Surabaya, Semarang, Bandung, dan Jakarta. Bahkan, diyakini tidak lama lagi akan menembus pasar luar negeri.
Setiap pekan dilakukan pengolahan 2-3 kali, dan per bulan mampu memproduksi hingga 4 ton keju mozarella dengan kemasan 250 gram.
Di Dusun Brau, salah satu pengelolanya adalah kelompok tani Margo Mulyo. Nama ketuanya Muhammad Munir. Biasanya, warga memanggilnya dengan sebutan "Munir Khan". Tidak heran memang, sebab wajahnya mirip orang India, ditambah perawakannya tinggi besar, dengan kepala pelontos, lalu ada janggut lebat dan berkumis tebal.
"Karena potensi utamanya susu dan mampu menghidupi keluarga di Dusun Brau, maka kami mengusung jargon 'Susumu Semangatku'," ujarnya seraya tertawa, saat ditemui ANTARA.
Jargon itu tidak sekadar main-main, karena susu hasil perahan dari sapi mampu membuat warganya bertahan hidup, bahkan roda perekonomian dusun tak berhenti berputar. Karena itu, saat susu yang dihasilkan sapi melimpah, maka melimpah pula ekonomi warga setempat.
Di dusun itu, susu sudah menjadi industri rumahan karena semua keluarga terlibat. Bapak, ibu, dan anak-anaknya sama-sama "makan" dari hasil perahan susu sapi.
Dampak dan pengendalian
Pada April 2022, penyakit mulut dan kuku (PMK) mulai masuk Indonesia. Tapi setahun berselang, wabah itu sudah bisa dikendalikan. Warga Desa Brau pun bangkit dan berharap produksi sapi perah kembali berjalan seperti sediakala.
Per hari, susu sapi yang dihasilkan mencapai 5.000 liter. Tentu tidak seperti sebelum wabah menyerang yang setiap harinya lebih dari itu. Bahkan, jumlah itu belum memenuhi permintaan pasar yang mengharuskan 10.000 liter per hari.
Tingginya permintaan itu menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi warga dan peternak. Disadari bahwa produksi susu saat ini belum normal 100 persen, sebab masih 70-80 persen.
Menyikapi keadaan para peternak itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengupayakan pemulihan performa sapi perah, setelah wabah PMK dinyatakan mulai melandai, bahkan tercatat nol kasus selama sepekan terakhir.
Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur mencatat, meski kasus PMK mulai melandai, tapi peternak sapi perah masih terdampak secara ekonomi.
Salah satunya produksi susunya masih belum maksimal, seperti sebelum terjadi kasus PMK. Kemudian berahi ternaknya belum normal, sehingga susah bunting yang menyebabkan populasinya menurun.
Sebelum pandemi PMK melanda pada Mei 2022, populasi sapi perah di Jatim terdata sebanyak 305 ribu ekor yang tersebar di berbagai daerah kabupaten/kota wilayah. Saat ini tersisa 290 ribu ekor.
Produksi susunya bisa mencapai 13 liter per ekor setiap hari saat sebelum pandemi. Di puncak pandemi, tidak semua sapi perah bisa mengeluarkan susu. Kalaupun ada yang keluar susunya, tidak lebih dari lima liter per ekor dalam sehari.
Karena PMK juga menyebabkan luka pada puting susu sapi, sehingga tidak bisa diperah. Mulutnya juga luka, sehingga sapi tidak sehat karena jarang makan yang berpengaruh pada produksi susunya.
PMK juga menyebabkan luka pada kaki sapi, sehingga tidak kuat berdiri karena kondisinya lemah yang mempengaruhi berahinya. Kalaupun ada yang berahi sampai bunting, anak atau pedet yang dilahirkan tidak sehat dan bahkan rentan terjangkit PMK.
Namun, seiring digencarkannya vaksinasi PMK kepada hewan ternak yang rentan, perlahan performa sapi perah di Jatim mulai berangsur pulih, meski belum 100 persen. Kini, per ekor sapi perah bisa menghasilkan susu 9 liter per hari. Selain itu, sapi mulai berahi dan banyak yang bunting.
Memang, untuk memulihkan performa sapi perah 100 persen, terlebih dahulu harus terbebas dari PMK.
Untuk benar-benar dinyatakan terbebas dari PMK, hewan ternak yang rentan, seperti sapi, kerbau, kambing, dan babi, harus divaksin minimal 90 persen atau bahkan 100 persen dari total populasi.
Populasi hewan ternak rentan tersebut di Jatim terdata sebanyak 10,4 juta ekor. Sementara sampai sekarang yang telah divaksin dosis satu dan dua tercatat sebanyak 6,8 juta ekor.
Target Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur di tahun 2023 menyuntikkan 7,3 juta dosis vaksin kepada hewan ternak yang rentan PMK. Untuk mencapai vaksinasi 100 persen, karena keterbatasan sumber daya manusia yang menyuntikkan, dinas itu menargetkan tuntas sampai tiga tahun mendatang.
Sembari menjalankan program vaksinasi, khususnya untuk memulihkan performa sapi perah yang masih terdampak PMK agar dapat kembali menghasilkan susu dengan maksimal seperti semula, Pemprov Jatim memberikan stimulus kepada peternak.
Stimulus itu, di antaranya telah menyalurkan pakan ternak konsentrat sebanyak 25 ribu ton melalui koperasi maupun kelompok tani yang menaungi para peternak sapi perah di tiap kabupaten/kota wilayah itu.
Selain itu, Pemprov Jatim juga mendirikan lumbung pakan ternak sebagai stok bagi peternak agar sapi perah tidak kekurangan makanan, sehingga menjadi sehat dan dapat menghasilkan susu dengan maksimal.
Vaksinasi PMK tertinggi
Sejak PMK masuk menyerang hewan ternak di Indonesia April 2022, setiap harinya kasus meluas. Bahkan, sesuai data dari Satuan Tugas Penanganan Penyakit Mulut dan Kaki, pada dua bulan kemudian atau Juni 2022, Jatim tercatat sebagai zona merah PMK. Per 25 Juni 2022, sebanyak 100.492 ekor hewan ternak sudah terjangkit.
Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, saat itu, bila 50 persen kecamatan dari suatu provinsi tersebut terinfeksi PMK atau masuk zona merah, maka mobilisasi hewan ternak antardesa, kecamatan, sampai provinsi ditiadakan.
Jatim pun diminta mengetatkan pelaksanaan "lockdown", dan diminta untuk meniadakan distribusi hewan ternak antardaerah, termasuk, saat itu, menjelang Hari Raya Idul Adha 1443 Hijriah.
Seiring waktu, berdasarkan data Crisis Center PMK Nasional, sampai awal Desember 2022 di Jatim sudah terdapat sebanyak 15 kabupaten/kota yang berstatus nol kasus. Dengan demikian, "tersisa" 23 kabupaten/kota yang sapi atau hewan ternak di wilayah itu terjangkit PMK.
Artinya, pada akhir tahun tersebut kasus PMK di Jatim sudah bisa dikatakan melandai. Salah satu faktornya, Jatim merupakan provinsi dengan cakupan vaksinasi PMK tertinggi di Indonesia.
Mengutip laporan Sistem Informasi Kesehatan Hewan Indonesia (iSIKHNAS) sampai dengan 6 Desember 2022, total realisasi vaksinasi sebanyak 2,4 juta dosis atau 30 persen dari total vaksinasi PMK nasional yang tercatat 8,5 juta.
Pada Maret 2023, kembali Jawa Timur tercatat sebagai provinsi dengan capaian vaksinasi tertinggi di Indonesia yang capaiannya sebanyak 3.447.105 dosis.
Hingga akhirnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur memastikan penanganan PMK pada hewan ternak yang sempat mewabah telah terkendali pada Mei 2023.
Hasilnya, Jawa Timur meraih penghargaan tertinggi dari Ikatan Dokter Hewan Sapi Indonesia (IDHSI) sebagai "Best Local Government Support for Cattle Practitioners" berkat kontribusi besarnya dalam peternakan sapi di Indonesia, utamanya terkait penanganan wabah PMK.
Pemprov Jatim berterima kasih kepada semua pihak atas kerja keras dan kerja bersamanya. Ia menilai capaian itu adalah buah kerja keras semua pihak, yakni pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, termasuk peternak sapi di Jatim.
Pemprov Jatim sebagai representasi kehadiran negara di tengah masyarakat sangat gencar melakukan vaksinasi, yang hingga Juli 2023 total sebanyak 6,1 juta dosis vaksin telah diberikan dan berkontribusi sebesar 52 persen dari total vaksinasi PMK di Indonesia.
Selain itu, Khofifah juga mengeluarkan Peraturan Gubernur Jatim Nomor 36 Tahun 2022 tentang Pedoman Penanganan Wabah Penyakit Mulut dan Kuku pada Ternak.
Hingga akhirnya, capaian vaksinasi PMK bagi hewan ternak, khususnya sapi di Jatim tertinggi se-Indonesia.
Tahun ini saja, vaksinasi PMK di Jatim mulai 1 Januari 2023 sampai 3 Agustus 2023 telah mencapai 3.613.085 dosis atau setara 47 persen.
Langkah penanganan kasus itu melibatkan banyak pihak, seperti tenaga kesehatan hewan, yang meliputi dokter hewan maupun paramedis veteriner. Tidak hanya itu, pemprov juga melibatkan ratusan dokter hewan yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI).
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Malang mencatat, bahwa sejarahnya wabah PMK pernah menyerang ternak ruminansia di Tanah Air pada 1983. Lalu, wabah berhenti setelah dilakukan vaksinasi massal kepada hewan. Hingga akhirnya, pada 1990 Indonesia dinyatakan bebas PMK oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (WOAH).
Vaksinasi massal yang cepat dan serentak terhadap hewan rentan akan menjadi kunci pencegahan dan pengendalian PMK di Tanah Air.
Manfaat vaksinasi yakni memberi kekebalan kepada ternak untuk melawan virus PMK sekaligus menurunkan biaya pengobatan ternak.
Selain itu, sebagaimana diatur pada SK Mentan Nomor: 559/KPTS.PK.300/M/7/2022, manfaat vaksinasi juga sebagai syarat untuk masuk pasar hewan atau RPH, mendapatkan pelayanan kesehatan dan IB, serta lalu lintas ternak.
Sasaran vaksinasi adalah anak sapi (pedet) mulai umur dua minggu sampai dengan usia sapi dewasa sehat.
Pemberiannya, vaksin pertama, kemudian vaksin kedua pada 4-6 minggu setelah vaksin pertama. Berikutnya, vaksin ketiga diberikan enam bulan setelah vaksin kedua, serta booster atau penguat setiap enam bulan sekali.
Berikut ciri hewan ternak terserang PMK berdasarkan catatan Dinas Peternakan Jatim:
Tanda klinis:
1. Lepuh atau lesi pada gusi
2. Luka pada kuku dan kukunya lepas
3. Keluar air libur berlebihan (hipersavilasi)
4. Lepuh pada mukosa mulut
5. Lepuh atau lesi pada lidah
Tanda pada hewan:
1. Hilang nafsu makan
2. Ditemukan lepuh berisi cairan atau luka pada lidah, gusi dan teracak/kuku
3. Air liur berlebihan
4. Tidak mampu berjalan (pincang)
Penularan:
1. Kontak langsung antara hewan tertular dan hewan rentan
2. Kontak tidak langsung melalui kontak dengan manusia, alat, dan sarana transportasi yang terkontaminasi virus PMK dari ternak terinfeksi
3. Penyebaran melalui udara, terutama babi dapat menyebarkan virus dalam jumlah banyak melalui aktivitas pernafasan
Pencegahan:
1. Karantina dan pembatasan wilayah daerah wabah, yaitu membatasi lalu lintas hewan rentan PMK dan produknya dari/ke daerah wabah
2. Amati gejala dan tanda pada hewan yang terindikasi sakit ke kandang isolasi
3. Laporkan segera ke petugas kesehatan hewan setempat jika melihat gejala klinis pada hewan ternak
Strategi pengendalian:
1. Biosekuriti, baik di peternakan, pelayanan reproduksi, hingga penanganannya dengan melakukan pemusnahan bangkai serta menangani limbah cair dan padat dengan benar
2. Pengobatan, yang hanya dilakukan berdasarkan rekomendasi tenaga kesehatan hewan
3. Vaksinasi sebagai upaya memberi kekebalan kepada ternak untuk melawan virus
4. Pemotongan bersyarat diawali laporan ke tenaga kesehatan hewan terdekat jika ada hewan terrduga terjangkit PMK
5. Pengujian (testing), yang pelaksanaannya dilakukan petugas teknis khusus di laboratorium ditetapkan pemerintah