Surabaya (ANTARA) - Salah seorang petugas dari Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) Kota Surabaya tertangkap kamera sempat melakukan evakuasi seekor ular sanca kembang sepanjang tiga meter.
Heroiknya, evakuasi ular sanca yang dilakukan oleh petugas pemadam kebakaran di ujung paling atas tower sinyal wifi. Lokasinya berada di lantai dua salah satu rumah warga di Jalan Simo Pomahan Surabaya.
Petugas yang memanjat tower sinyal paling atas terlihat berupaya menggapai ekor ular sanca itu. Sementara, rekan lainnya ada yang menunggu di bawahnya sembari membawa kantong kain berwarna putih.
Tim pemadam kebakaran juga dilengkapi perlengkapan keselamatan yang memadai. Setelan baju dinas berwarna oranye juga dikenakan.
Proses evakuasi diabadikan di video yang diunggah akun Instagram Command Center 112. Bahkan, Eri Cahyadi juga kedapatan mengunggah video evakuasi ular sanca kembang di akun instagram pribadinya.
Eri memberikan penjelasan keberadaan ular sanca di atas tower sinyal yang berdampak pada terganggunya jaringan internet warga.
"Bermula dari keluhan sinyal tak stabil, warga Simo Pomahan melihat ular sanca kembang berukuran tiga meter di atas tower internet, melilit ujung pemancar sinyal," tulis Eri di unggahan video evakuasi ular tersebut.
Selain Wali Kota Surabaya, upaya evakuasi dari petugas mendapatkan apresiasi dari warga net, seperti halnya akun miss_yuni_aja.
"Waduh seram banget perjuangan si bapak menurunkan ular sanca sepanjang itu. Bravo, selamat buat si bapak," tulis akun miss_yuni_aja.
Kemudian, pujian juga datang dari akun instagram madein_riska, warga net lainnya. "Ya Allah bapak yang naik itu keren banget. Barakallah bapaknya," tulis aku itu.
Sosok petugas dari Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan itu bernama Sutresno. Seorang pria 30 tahun, kelahiran Kabupaten Bangkalan, Madura. Dia berasal dari regu empat, tugasnya ada di unit penyelamatan atau rescue. Terpilih untuk bergabung dengan tim pada 2022.
Tim rescue berisikan anggota pilihan yang terlebih dahulu melalui proses seleksi ketat. Profesi sebagai petugas pemadam kebakaran sudah dilakoni sejak 2016.
Proses evakuasi Sanca
Kepada ANTARA, dia berbagi cerita evakuasi binatang yang sering disebut "berdarah dingin" itu. Dia bersama rekannya berjibaku melawan terik matahari. Memang, saat itu kondisi cuaca tengah panas-panasnya.
"Pertama yang naik itu teman saya, tetapi hanya sampai tengah saja karena matahari itu sangat terik, panas. Di bawahnya baru saya," kata Sutresno.
Dia saat itu memegang tongkat bambu panjang. Tujuannya sebagai alat menggapai ular yang berada di ujung tower. Alih-alih posisinya mudah digapai, lilitan hewan jenis reptil makin kuat.
"Ular itu kalau sudah melilit susah dilepas. Akhirnya saya naik, teman saya turun," ujarnya. Upaya evakuasi cukup memakan banyak waktu. Tenaga juga terkuras, cuaca juga panas.
Pada satu momen, posisi dia dengan ular sanca itu berdekatan, memang sengaja dilakukan, sebab untuk memudahkan penangkapan.
Bambu yang dibawa itu digoyangkan, sebanyak beberapa kali juga. Diarahkan ke ekor ular, bagian itu paling mudah diraih.
Kepala ular beberapa kali berpindah posisi. Suatu waktu mengarah ke bagian perut, tak lama kemudian berada di ujung tower, sedangkan badannya tetap melilit dengan kencang.
"Akhirnya saya tarik lebih kuat sampai ularnya melepaskan besi. Kemudian saya tempatkan di samping jauh dari besinya," kata dia.
Langkah itu tepat. Ketika ular dilepaskan dari satu benda, dia akan mencari objek lain. Bisa saja ke kaki Sutresno.
"Kalau ular itu dilepaskan dia akan mencari tempat lain, tentu bisa melilit ke besinya atau malah ke kaki saya," ucap dia.
Kegigihannya, tentu dibantu dukungan dari sesama petugas berhasil mengamankan seekor ular sanca itu. Ular sanca kembang itu akhirnya berhasil diamankan, dimasukkan ke dalam kantong kain berwarna putih.
Dia mengaku proses penanganan hewan liar sering didapatkannya saat berlatih. Petugas harus tetap mempertimbangkan aspek keselamatan satwa. Dia pun menyetujui.
"Hewan juga punya hak untuk hidup, ya sama seperti manusia. Harus hati-hati juga, hewan mengandalkan insting, manusia punya akal," katanya.
Bertaruh nyawa
Sutresno memang menyadari tugasnya tak mudah. Nyawa jadi taruhannya. Sekiranya ada tiga opsi, jatuh dari ketinggian, dipatuk sekaligus dililit tubuh ular, maupun tersengat listrik.
Tetapi, menurut dia, tiga hal itu sudah dipikirkan secara matang. Ada standar operasional prosedur yang membantunya tetap yakin aman bertugas.
Bapak satu orang anak itu menyebut, menghadapi panas sudah hal yang biasa. Kalau hujan turun tugas memanjat ketinggian dihentikan terlebih dahulu, memperhitungkan resiko sambaran petir. Kemudian, mekanisme evakuasi ular juga sudah sering diberikan saat latihan.
"Kalau jatuh ya dipasrahkan sama yang di atas. Terpenting kami terapkan protokol keamanan dulu sebagai sarat tugas," ujar dia.
Risiko besar dalam bertugas diakuinya mengundang rasa khawatir dari keluarga. Terlebih sang istri, apalagi dia juga baru saja menjadi ayah.
"Ya tetap mendoakan yang terbaik dan saya juga tetap berdoa. Jangan lupa minta izin kalau saat akan bekerja," ucap Sutresno.
Langkahnya memang mantap ketika bertugas. Istrinya di rumah selalu memberikan doa dan dukungan.
"Suami bekerja keras di manapun ada istri yang mendukung di belakangnya. Begitu juga orang tua pasti berdoa di manapun itu," tuturnya.