Surabaya (ANTARA) - Berbicara integritas, jika menilik dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan atau kejujuran.
Menurut Wikipedia (Inggris) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Integritas adalah praktik bersikap jujur dan menunjukkan kepatuhan yang konsisten dan tanpa kompromi terhadap prinsip dan nilai moral dan etika yang kuat. Dalam etika, integritas dianggap sebagai kejujuran dan kebenaran atau keakuratan tindakan seseorang.
Seseorang yang memiliki integritas akan tercermin melalui perilaku atau tindakan atau sikapnya. Hal ini dapat diketahui melalui karakteristik atau ciri-ciri tertentu.
Mengutip dari laman resmi Ditjen Keuangan, berikut ini ciri-ciri orang memiliki integritas, yakni: orang berintegritas memiliki sikap jujur, tulus, dan dapat dipercaya, orang yang memiliki integritas bertindak transparan dan konsisten, orang berintegritas menjaga martabat dan tidak melakukan hal-hal tercela, orang yang memiliki integritas bertanggung jawab atas hasil kerja, orang berintegritas memiliki sikap objektif.
Mencermati ciri-ciri orang yang berintegritas, dapat diklasifikasikan apa saja manfaat integritas, baik secara intelektual, spiritual, emosional, maupun secara sosial, yakni secara intelektual, Integritas dapat mengoptimalkan kinerja otak seseorang. Sedangkan secara emosional, integritas dapat dapat membuat diri seseorang penuh motivasi, empati, serta rasa solidaritas yang tinggi dalam interaksi bekerja, sehingga seseorang dengan keadaan ini dapat melakukan aktivitas dan pekerjaannya sehari-hari dengan penuh semangat.
Adapun manfaat integritas secara spiritual dapat membuat seseorang menjadi lebih bijaksana dalam mengartikan sesuatu, termasuk pengalaman hidupnya, seperti keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialaminya dan manfaat integritas secara sosial, mampu mengembangkan hubungan antar individu maupun lingkungan masyarakat, misalnya membuat seseorang mau bekerja sama untuk menyelesaikan tugas maupun kegiatan yang menuntut kekompakan serta kerja sama yang baik.
Dengan demikian, dapat Penulis simpulkan bahwa seseorang yang sifatnya baik tanpa memiliki integritas dan etika kemungkinan hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri, sehingga belum bisa mendatangkan manfaat positif buat sesamanya.
Nilai-nilai kejujuran, kepercayaan, pengabdian, kontribusi, dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai dasar untuk menciptakan integritas dan etika karena kepribadian yang berintegritas dan beretika pasti akan memahami dan mampu membedakan apa yang baik dan apa yang tidak baik, serta selalu menjadi pribadi yang jujur kepada diri sendiri untuk melayani tugas dan tanggung jawab sesuai aturan dan nilai-nilai positif.
Sosok jaksa di seluruh Indonesia tentunya harus dapat membangun kesamaan pikiran, pandangan, pemahaman, dan tindakan dalam pelaksanaan tupoksinya di semua Bidang, khususnya dalam penanganan perkara baik perkara tindak pidana korupsi dan termasuk perkara pidana khusus lainnya serta dalam perkara tindak pidana umum, maupun dalam perkara Perdata dan Tata Usaha Negara.
Jajaran Korps Adhyaksa pun wajib meningkatkan profesionalisme dan integritas guna mewujudkan penegakan hukum yang adil, objektif, bermartabat dan humanis.
Sulitnya membangun nilai-nilai integritas tentunya terkait dengan persoalan yang terstruktur secara budaya dalam masyarakat, termasuk yang paling dirasakan dalam masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, nilai-nilai integritas yang seharusnya dijalankan dalam suasana kebatinan masyarakat sehingga dapat terinternalisasikan dan terinstitusionalisasikan dalam kehidupan hanya diajarkan sebatas formalitas dalam setiap jenjang pendidikan tanpa menyentuh aspek konasi atau afeksi peserta didik, sehingga nilai-nilai integritas pada akhirnya hanya kaya secara teori namun miskin dalam aplikasi.
Integritas itu menjadi kunci utama kepemimpinan bagaimana dia membuat keputusan yang benar pada waktu yang tepat dalam bersikap dan berperilaku, karena di situlah terletak fondasi dalam membangun kepercayaan dan hubungan antara individu dalam organisasi.
Untuk dapat memiliki integritas dalam kepemimpinan, seorang pemimpin harus menggabungkan seluruh aspek yang ada dalam dirinya menjadi satu kesatuan yang saling mendukung satu sama lainnya. Aspek-aspek tersebut adalah kognitif (ranah yang mencakup kegiatan mental/otak), afektif (ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai), dan psikomotoriknya (ranah yang berkaitan dengan keterampilan/skill atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu). Hal itulah yang akan mencerminkan dirinya secara holistik sebagai seorang pemimpin.
Hutson (2005) dalam tulisannya Trustworthiness menyebutkan bahwa orang-orang yang memiliki integritas memiliki kemampuan untuk:
Mempertahankan keyakinannya secara terbuka dan berani.
Seorang pemimpin perlu memiliki keyakinan ketika memberikan tugas kepada bawahannya. Hal ini dimaksudkan agar dia tahu tugas seperti apa yang akan dijalankan serta orang seperti apa yang akan menjalankan perintahnya. Agar dapat dijalankan dengan baik maka dia harus mampu memberikan pemahaman tentang job description (deskripsi pekerjaan).
Pemimpin itu harus jelas dalam mendeskripsikan kepada staf atau bawahan tentang apa yang hendak dijalankan dan juga secara terbuka dan berani menunjukkan kelebihan dan kelemahan dari tugas tersebut. Bila hal tersebut dilakukan maka dapat dipastikan keduanya (pemimpin dan bawahan) akan siap untuk mengantisipasi hal-hal yang mungkin akan terjadi.
Mendengarkan kata hati dan menjalani prinsip-prinsip hidup.
Kata hati tak pernah berbohong, itulah ungkapan yang sering kali kita dengar. Bila dicermati hal tersebut memang benar, karena tingkah laku yang terlihat terkadang tidak sesuai dengan kata hati dan prinsip hidup.
Misalnya saja, ketika seorang pemimpin melakukan tindakan yang melanggar norma, pasti dalam hatinya dia tahu bahwa apa yang dilakukannya itu tidak baik dan bertentangan dengan prinsip hidupnya. Sebenarnya dia, sebagai pemimpin, juga mengetahui dampak yang dapat terjadi pada dirinya dan lingkungannya.
Namun, banyak faktor yang mempengaruhi sehingga kata hati itu tidak mampu lagi untuk ia dengarkan. Agar dapat menjalankan peran sebagai pemimpin yang memiliki integritas tinggi, maka perlu untuk mendengarkan kata hati dan menjalankan prinsip hidup yang baik.
Bertindak secara terhormat dan benar.
Pemimpin yang memiliki integritas yang tinggi, tentunya memiliki kemampuan untuk bertindak terhormat dan benar. Namun, posisi atau kedudukan yang terhormat tidak selalu diikuti dengan perilaku yang benar, sehingga pemimpin sering kali terjebak oleh posisinya dan memanfaatkannya untuk hal-hal yang tidak terhormat. Hal ini menunjukkan ke-tidak-konsekuenan dalam kepemimpinannya.
Bila hal tersebut terus terjadi dalam menjalankan kepemimpinannya, ia tidak akan dapat bertahan lama dalam posisi dan kedudukannya tersebut. Konsistensi antara peran dan kedudukan dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin menjadi sangat penting.
Terus membangun dan menjaga reputasi baik.
Setiap orang berharap untuk selalu memiliki reputasi yang baik dipandang oleh lingkungannnya. Untuk meraih, membangun, dan menjaga reputasi yang dapat dibanggakan tidaklah mudah, semua itu harus dilalui dengan kerja keras dan pencapai prestasi dan pemberitaan positif mengenai capaian kinerja yang terus-menerus, buka n sekedar pencitraan.
Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa: tanpa integritas, motivasi menjadi berbahaya; tanpa motivasi, kapasitas menjadi tak berdaya; tanpa kapasitas, pemahaman menjadi terbatas; tanpa pemahaman, pengetahuan tak ada artinya; tanpa pengetahuan, pengalaman menjadi buta. Hal ini sejalan dengan apa yang selalu disampaikan oleh Pimpinan Tertinggi di Kejaksaan RI, dimana di dalam setiap kesempatan.
Jaksa Agung RI selalu menyampaikan "Saya tidak butuh orang-orang pintar tapi tidak mempunyai integritas, tetapi yang saya butuhkan adalah orang-orang pintar yang berintegritas."
Hal ini mengandung makna bahwa integritas adalah kunci utama yang harus dimiliki oleh setiap sosok Jaksa terlebih yang menjadi unsur pimpinan di lingkungan Kejaksaan, sehingga ia mampu memimpin dengan membawa dampak dan pengaruh bagi orang lain yang mampu menghasilkan pekerjaan yang berkualitas tinggi, prestasi luar biasa, serta kinerja yang selalu mencapai target sesuai dengan ekspektasi masyarakat terwujudnya kepastian hukum.
Dengan demikian, Integritas merupakan sebuah tolok ukur fundamental untuk kepemimpinan, di mana seorang pemimpin harus memimpin dengan integritas, kejujuran dan berpegang pada nilai-nilai organisasinya.
Sosok Pimpinan yang berintegritas akan mendapat dukungan penuh dari seluruh jajarannya dan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi yang dipimpinnya. Begitupun dengan capaian kinerja yang dibangun oleh seluruh jajaran pada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, baik pada satuan kerja masing-masing bidang pada Kejati Jatim maupun pada satuan kerja masing-masing Kejaksaan Negeri yang tersebar di 38 Kota/Kabupaten.
Atas dukungan dari seluruh jajaran pada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan dukungan dari masing-masing satker pada Kejaksaan Negeri se-Jawa Timur yang menjunjung tinggi nilai-nilai integritas dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan tiga Kejaksaan Negeri di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur mendapat apresiasi dari pimpinan dan memperoleh penghargaan antara lain dalam hal :
Peringkat I Kejati Tipe A dengan Implementasi RJ Terbanyak se-Indonesia;
Peringkat I kategori Kejati Tipe A dalam pembentukan Rumah RJ terbanyak se-Indonesia;
Peringkat II Kategori Kepala Kejaksaan Tinggi Tipe A Teraktif dalam Mengikuti Ekspose RJ;
Peringkat I Pencapaian Kinerja Bidang Pidana Militer pada Kejati Seluruh Indonesia Tahun 2022
Peringkat II Satker yang Memberikan Pelayanan dan Publikasi Terbaik Tingkat Kejati se-Indonesia
Peringkat II Pencapaian Kinerja Bidang Intelijen Tahun 2022 pada Kejati se-Indonesia
Adapun prestasi yang diraih oleh Kejari pada wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur adalah :
Pencapaian Prestasi Terbaik I Bidang Tindak Pidana Khusus yang diraih oleh Kejari Sidoarjo;
Pencapaian Prestasi Terbaik III Bidang Tindak Pidana Khusus
yang diraih oleh Kejari Surabaya;
Pencapaian Prestasi Terbaik II Satker yang Memberikan Pelayanan dan Publikasi Terbaik Tingkat Kejari Tipe B se Indonesia yang diraih oleh Kejari Batu.
Penulis selaku Kajati Jatim, mengharapkan agar keberhasilan dari Kejari yang meraih prestasi dapat memicu kejari-kejari lainnya di wilayah hukum Kejati Jatim untuk dapat lebih meningkatkan capaian kinerjanya dengan semangat untuk mendukung Kejaksaan yang handal dan penegakan hukum yang humanis.
Mari kita terus bergerak dan berkarya dengan menjunjung tinggi marwah institusi kejaksaan yang menjadi garda terdepan dalam penegakan hukum di Indonesia.
Penulis merupakan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur