Jakarta (ANTARA) - Tidak berbau tetapi menyebabkan mual, itulah pendapat Debora usai meminum tablet tambah darah (TTD) yang dibagikan di sekolahnya beberapa waktu lalu. Walau memiliki keluhan, dia berusaha rutin meminumnya setiap pekan sesuai anjuran Kementerian Kesehatan.
Hanya saja, meminum suplemen ini secara rutin ternyata menjadi tantangan besar, dan ini diamini Ketua Tim Kerja Pemberdayaan dan Penggerakan Masyarakat Kementerian Kesehatan Dwi Adi Maryandi.
Dia mengatakan, selain bosan, para remaja putri yang mendapatkan tablet tambah darah juga tak menyukai rasa dan lupa meminumnya. Inilah alasan mengapa dari sekitar 76 persen remaja putri yang mendapatkan TTD di sekolah, hanya 1,4 persen yang mengonsumsinya sesuai rekomendasi.
Padahal, pemenuhan zat besi salah satunya melalui suplementasi diperlukan khususnya bagi remaja putri yang terdiagnosis defisiensi zat besi. Ini demi mencegah mereka terkena anemia yang dapat berujung melahirkan anak dengan kondisi stunting.
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh yang mempengaruhi fisik dan otak anak, akibat kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan sebanyak 23 persen bayi lahir sudah stunting, sehingga intervensi harus dimulai sebelum bayi lahir dan bahkan sejak perempuan di usia remaja.
Anak yang mengalami stunting akan terganggu pertumbuhan fisik, perkembangan otak dan kecerdasan serta metabolisme tubuhnya. Pada jangka panjang, IQ anak lebih rendah ketimbang rekan seusianya yang tak mengalami stunting dan mengalami berbagai penyakit degeneratif seperti diabetes dan stroke.
Kementerian Kesehatan pun berupaya melakukan upaya memutus mata rantai stunting termasuk dengan memasukkan pencegahan dan penanggulangan anemia. Salah satunya mendorong gerakan aksi bergizi dengan mengupayakan konsumsi TTD menjadi bagian di sekolah terutama siswi SMP dan SMA atau sederajat.
Tablet tambah darah didistribusikan ke sekolah-sekolah melalui seluruh puskesmas di Indonesia. Pihak sekolah nantinya membagikan TTD kepada para siswi dan memastikan mereka meminumnya minimal satu kali setiap minggu. Para remaja putri ini juga didorong melakukan olahraga rutin dan sarapan.
Tak hanya pada remaja, wanita hamil juga menjadi sasaran dalam upaya intervensi pencegahan stunting. Data Kementerian Kesehatan tahun 2022 mengenai capaian intervensi spesifik menunjukkan, sebanyak 2,8 juta dari sekitar 4,9 juta ibu hamil tidak memeriksa kehamilan minimal enam kali.
Para wanita hamil khususnya yang kekurangan darah diupayakan agar mau mengonsumsi tablet tambah darah rutin minimal 90 butir selama kehamilan sekaligus melakukan pemeriksaan diri ke dokter minimal enam kali.
Adi menuturkan, anemia masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang menjadi fokus pemerintah hingga saat ini. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan, prevalensi anemia meningkat dari 21,7 persen (2013) menjadi 23,7 persen (2018) dari total populasi di Indonesia.
Pada 2018, sebanyak tiga dari 10 remaja Indonesia menderita anemia dan 62,6 persen kasus anemia yang terjadi disebabkan oleh kekurangan zat besi.
Ketua Umum Perhimpunan Hematologi & Transfusi Darah Indonesia (PHTDI) Dr. dr. TB. Djumhana Atmakusuma, SpPD-KHOM mengatakan anemia kekurangan zat besi sebenarnya dapat memengaruhi siapa saja. Tetapi anak-anak, orang tua, wanita dengan usia reproduksi yang mengalami menstruasi dan kehamilan termasuk kelompok yang paling rentan.
Di sisi lain, kondisi tubuh seperti hamil, perdarahan, menstruasi yang berlebihan, wasir dan gastritis juga dapat menyebabkan tubuh mengalami kekurangan zat besi, dan apabila tidak diatasi dapat menjadi anemia kekurangan zat besi.
Baca juga: Pemkab Magetan ajak siswa "Gernas Aksi Bergizi" cegah anemia-stunting
Kekurangan zat besi dapat membatasi pengiriman oksigen ke sel, mengakibatkan sering kelelahan, tidak produktif, dan penurunan imunitas tubuh.
Sejumlah gejala yang dapat menunjukkan kondisi anemia kekurangan zat besi antara lain rambut rontok, kelelahan, kekurangan energi, sesak napas, detak jantung yang tidak teratur dan kulit pucat.
“Ada gangguan respirasi, susah konsentrasi, pusing karena kurang oksigen, sulit tidur, karena oksigenasi jaringan kurang,” kata Djumhana.
Jaga keseimbangan asupan zat besi
Dari sisi manfaat, zat besi berperan sebagai pembentukan hemoglobin dalam sel darah merah yang membawa oksigen ke seluruh tubuh. Sekitar 70 persen zat besi ditemukan di sel darah merah dan otot.
Zat ini juga membantu proses metabolisme enzimatik yang berfungsi menyerap nutrisi dari makanan sehingga menghasilkan energi dan membantu memaksimalkan fungsi otak sehingga bisa memengaruhi tingkat konsentrasi dan fokus.
Manfaat lagi zat besi yakni memaksimalkan fungsi otot, berperan penting terhadap kekebalan tubuh kita terhadap infeksi, dan mempercepat proses penyembuhan serta memiliki peranan penting untuk kehamilan yang sehat untuk memenuhi kebutuhan janin dan plasenta.
Menurut Djumhana, menjaga keseimbangan zat besi dalam tubuh sangat penting bagi kesehatan, sebagai salah satu cara untuk mengatasi anemia. Pemenuhan zat besi antara lain dapat melalui asupan makanan mengandung zat besi dari sumber hewani dan non-hewani dan pemberian suplemen zat besi.
Pemberian suplemen zat besi dapat diberikan sebagai terapi simptomatik apabila diagnosis anemia kekurangan zat besi telah ditegakkan. Namun, tetap perlu untuk mencari dan mengatasi penyebab anemia itu sendiri.
"Preparat besi oral atau suntikan. Yang suntikan diberikan pada pasien yang secara oral tidak bisa konsumsi misalnya karena hamil, mual, muntah. Jangan diberikan pada pasien talasemia, inflamasi kronik, HIV, lupus, sehingga saya sarankan tanya dokter terlebih dulu," kata dia.
Suplementasi zat besi juga dapat diberikan melalui suntikan pada wanita hamil, karena pemberian oral sering kali menyebabkan mual.
Suplemen ini juga dapat menyebabkan konstipasi (sembelit) sehingga pakar kesehatan menyarankan orang-orang untuk meminum lebih banyak air untuk mengurangi efek sampingnya.
Di sisi lain, efek samping suplementasi besi juga dapat meliputi maag, kram perut, diare, dan kehilangan selera makan. Menurut Cleveland Clinic, efek samping ini biasanya bersifat sementara.(*)