Jember - Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan haram bagi masyarakat kaya untuk menggunakan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, dinilai terlalu berlebihan oleh sejumlah kalangan di Kabupaten Jember, Jawa Timur. "Pernyataan MUI tentang fatwa haram BBM bersubsidi justru menjadi kontroversi di kalangan masyarakat, sehingga menimbulkan polemik baru," kata Wakil Ketua DPRD Jember, Lukman Winarno, Rabu. Menurut dia, sebenarnya pernyataan itu bukan pernyataan secara kelembagaan MUI, namun persoalan itu memicu kontroversi di kalangan masyarakat dalam menyikapi kebijakan pemerintah terkait pembatasan BBM. "Pemerintah harus bertindak secara arif dan bijaksana untuk mengambil kebijakan dalam sejumlah opsi terkait dengan pembatasan atau kenaikan BBM, namun tidak perlu adanya sebuah fatwa sebagai penegas," ucap politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Jember itu. Ia menuturkan, pemerintah juga harus mengkaji kesiapan Pertamina dalam infrastruktur sarana dan prasarana, apabila akan menindaklanjuti pembatasan BBM jenis premium yang disubsidi oleh pemerintah. "Masih banyak Stasiuan Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang tidak memiliki tangki BBM jenis pertamax. Apabila ada pembatasan pembelian jenis premium, maka infrastruktur penunjang itu harus dilengkapi," katanya, menjelaskan. Saat ditanya terkait dengan pembengkakan anggaran subsidi di APBN, Lukman meminta pemerintah mengkaji ulang lebih dahulu untuk menaikkan BBM secara tepat, agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat. "Kenaikan harga BBM akan berdampak cukup luas dan menyebabkan kenaikan sejumlah kebutuhan pokok, sehingga hal itu harus dipertimbangkan secara matang," katanya. Konsumsi BBM tahun ini diperkirakan mencapai 40,5 juta kiloliter, sehingga melebihi kuota BBM bersubsidi yang ditetapkan dalam APBN 2011 sebesar 38,6 juta kiloliter.
Fatwa Haram BBM Bersubsidi Dinilai Berlebihan
Rabu, 6 Juli 2011 15:01 WIB