Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati di Mojokerto Senin, mengatakan, hal utama dalam penanggulangan bencana yakni ketika pelaksanaan di lapangan bukan hanya membuat aturan dan kebijakan pengurangan risiko bencana terintegrasi dari hulu ke hilir.
Kemudian, penyelanggaraan manajemen tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi serta peringatan dini dilakukan secara cepat dan akurat, serta edukasi dan literasi kebencanaan terus ditingkatkan mulai dari lingkup keluarga.
Kemudian, penyelanggaraan manajemen tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi serta peringatan dini dilakukan secara cepat dan akurat, serta edukasi dan literasi kebencanaan terus ditingkatkan mulai dari lingkup keluarga.
"Ini yang harus ditindaklanjuti sampai tingkat paling bawah termasuk oleh pemkab," ujarnya.
Menururt dia, terdapat beberapa faktor suatu tempat akan mengalami ancaman bencana yaitu elevasi rendah, kepadatan penduduk yang tinggi dan berkembang dengan cepat, nilai aset yang tinggi, serta kondisi sosial demografi yang kompleks.
"Yang terakhir ada dua komponen, kondisi rentan dan bahaya, yakni penambangan dan alih fungsi lahan," katanya.
Selain itu, kata dia, untuk menanggulangi suatu bencana mengatakan terdapat beberapa inovasi kebijakan yang dapat diterapkan seperti memperkuat peraturan daerah (Perda) atau kebijakan terkait, perkuat BPBD Kabupaten atau kota, investasi PRB, kerja sama antarwilayah, pelibatan pentaheliks, lokalitas penanggulangan bencana.
Bupati Ikfina juga menjelaskan dalam menghadapi kondisi hujan yang dapat menyebabkan risiko bencana. Maka untuk daerah Trawas, Pacet, dan Ngoro harus memiliki resapan air yang baik, agar dapat mengurangi risiko bencana.
"Bagaimana resapan air itu berfungsi dan itu adalah daerah-daerah yang utamanya di Pacet, Trawas tentu saja melebarnya Jatirejo, Gondang. Dan itu klop dengan mitigasi bencana yang dibuat oleh BPBD," ujarnya.
Sementara itu, Kalaksa BPBD Kabupaten Mojokerto Yo'i Afrida menjelaskan jangan sampai terlambat dalam melaksanakan pencegahan bencana dan jangan hanya bersifat reaktif ketika terjadi suatu bencana.
"Artinya setapak demi setapak paradigma bahwa kita ini hanya reaktif apabila terjadi bencana. Karena itu, kurangi hal tersebut menjadi preventif melakukan mitigasi," tutur dia.