Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti memberikan kuliah umum kebangsaan dan tata negara di Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa.
"Demokrasi Pancasila yang digagas para pendiri bangsa sejalan dengan konsep majelis syuro yang sangat dikenal dalam Islam, karena keduanya sama-sama menekankan pada permusyawaratan perwakilan," kata La Nyalla di Kampus UIN KHAS Jember.
Menurutnya para pendiri bangsa sepakat menggunakan demokrasi Pancasila karena memahami betul taksonomi Indonesia sebagai bangsa yang super majemuk dengan beribu pulau, ratusan suku dan banyak agama.
"Mereka juga memiliki suasana kebatinan yang sama yakni merasakan langsung menjadi bangsa yang terjajah, menjadi inlander atau bangsa kelas bawah," ucapnya.
Ia menjelaskan para pendiri bangsa Indonesia bukan orang sembarangan, karena mereka yang terlibat dalam perumusan lahirnya negara ini berlatar beragam.
"Mulai dari intelektual, ulama, raja dan sultan Nusantara, hingga tokoh pergerakan. Banyak di antara mereka adalah tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama, termasuk Kiai Wahid Hasyim dan Kiai Achmad Siddiq," katanya.
Senator asal Jawa Timur itu menjelaskan konsep keterwakilan itu seperti halnya konsep majelis syuro yang sebenarnya sangat dikenal dalam Islam, yakni sesuai Pasal 29 ayat 1 UUD 1945, agama menjadi dasar negara.
"Artinya sangat jelas bahwa negara ini adalah negara yang berketuhanan. Oleh karena itu, negara ini tempat orang-orang yang beradab dan membangun peradaban dengan persatuan," tambah dia.
Menurutnya, ciri utama dari demokrasi Pancasila adalah semua elemen bangsa yang berbeda-beda harus terwakili sebagai pemilik kedaulatan utama yang berada di dalam sebuah lembaga tertinggi di negara, sehingga terjadi penjelmaan rakyat.
"Rumusan yang digagas para pendiri bangsa tentang sistem demokrasi dan sistem ekonomi sudah sangat tepat untuk Indonesia. Untuk itu, marilah kita satukan tekad untuk kembali kepada Pancasila," ujarnya.
La Nyalla sangat berharap mahasiswa dan kalangan akademisi di perguruan tinggi UIN KHAS Jember dapat membaca kembali pikiran-pikiran para pendiri bangsa.
"Mahasiswa bukan saja agent of change, tetapi juga agent of repair, karena hakikat dari intelektual adalah wajib menawarkan gagasan atas hal-hal yang dilihat tidak benar," tuturnya.