Surabaya (ANTARA) - Tulisan berjudul ‘Waspada, Rekening Bersama Yang (Ternyata) Tak Bersama-sama ini’, bermula dari kisah nyata tentang sebuah penipuan yang dilakukan sekelompok orang dengan memanfaatkan fasilitas rekening bersama di sebuah salah satu Bank besar di Indonesia. Mengapa disebut penipuan? Karena penyidikan polisi telah menetapkan pelaku sebagai tersangka, sekalipun, penyidikan polisi tidak memberikan punishment ataupun peringatan kepada oknum Bank terkait atas perilakunya yang memuluskan sebuah aksi penipuan.
Dan beginilah kisahnya…
Kisah ini bermula pada rencana kerja sama seorang mantan guru kepada muridnya. Singkat cerita, kelihaian si murid membuat sang guru menyepakati kerja sama sebuah proyek. Bahkan, si murid berhasil membujuk sang mantan gurunya untuk meminjamkan sertifikat Ponpes sang guru sebagai syarat jaminan utang piutang. Berbekal KTP sang guru, si murid pun membuka sebuah rekening bersama beratas nama sang guru dengan temannya si murid. Berbekal KTP pula, rekening tersebut dibuat melalui secarik surat kuasa pembukaan rekening.
Dan tanpa diketahui oleh sang guru pun, akhirnya rekening bersama itulah yang menjadi dasar pengiriman dana senilai 1 milyar yang ternyata telah diatur oleh si murid dan rekannya, sebagai uang kompensasi atas penyerahan sertifikat ponpes kepada pihak lain yang juga rekanan dari si murid tersebut. Dan sang gurupun sama sekali tidak mengetahui adanya rekening bersama, sekaligus pengiriman dana dan pencairan dana dari rekening tersebut.
Melainkan, tiga bulan setelah peristiwa KTP pernah dipinjamkan ke si murid, sang guru barulah menyadari bahwa KTP tersebut telah digunakan untuk membuka rekening bersama di salah satu bank pelat merah, tepatnya di Kawasan Surabaya Barat. Dan rekening bersama itulah yang ternyata menjadi dasar bahwa sang guru dianggap menjual ponpesnya kepada pihak lain yang belakangan diketahui bukan pemeluk agama Islam, yang tentunya tidak memiliki kepentingan menjadi pengasuh sebuah pondok pesantren.
Tragisnya, pencairan dana sebesar 1 miliar tersebut, hanya berselang 3 hari, semenjak rekan dari si murid membayar 1 milyar dengan tujuan membeli ponpes tersebut, dana 1 miliar tersebut diambil secara sepihak oleh teman si murid itu, yaitu melalui cash withdrawal (penarikan dana) melalui RTGS maupun kartu ATM.
Ternyata Ada, Rekening Bersama Yang (Ternyata) Tak Bersama-sama
Pengambilan dana secara sepihak tersebut, tentu mengundang pertanyaan besar, yaitu mekanisme pembuatan dan pencairan dana dalam sebuah rekening bersama.
Jika menilik dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian rekening bersama adalah sebuah rekening yang diterbitkan beratas nama lebih dari seorang. Umumnya, rekening tersebut digunakan oleh pasangan atau mitra kerja. Disebabkan diterbitkan oleh pasangan atau mitra, maka rekening bersama pun umumnya digunakan sebagai transaksi bisnis.
Tentu, terdapat mekanisme dalam penggunaan rekening bersama. kita ketahui bersama, bahwa umumnya rekening bersama merupakan pengejawantahan korporasi atau kerjasama. Bank OCBC NISP misalnya, memiliki penerapan bahwa layanan rekening bersama umumnya untuk transaksi jual beli dan merupakan kesepakatan antara kedua pihak, yaitu penjual dan pembeli. Dana yang tersimpan dalam rekening tersebut tidak bisa diambil secara diam-diam. Bahkan, Bank tersebut sebagai penyedia layanan, mengabarkannya perihal dana dari pembeli kepada penjual dan penyedia layanan yang akan mentransfer dana yang tersimpan pada penjual. Dengan demikian, ketentuan yang diterapkan oleh Bank tersebut sangat jelas, yaitu mengedepankan asas keamanan atau prudential dalam bertransaksi.
Dalam Bank OCBC NISP pula, rekening bersama ternyata juga memberikan pelayanan pengambilan dana melalui kartu ATM. Namun, ketentuan ini berlaku bagi rekening bersama untuk pasangan (suami istri), bukan dalam konteks bisnis. Berbeda dengan bisnis, fungsi rekening ini bagi pasangan adalah sebagai dana cadangan keluarga. Bedanya dengan rekening bersama untuk bisnis, bahwa rekening ini bisa diakses dua orang. Sehingga, apabila terjadi keadaan darurat dan salah satunya tidak mampu mengakses, maka satu orang lagi bisa menggunakan rekeningnya, bahkan menarik dana melalui mesin ATM.
Sedangkan dalam ketentuan bank plat merah yang umumnya sebagai wadah transaksi Lembaga atau organisasi, yaitu Bank Jatim, menyediakan layanan rekening Lembaga yang mana tidak menyediakan kartu ATM, melainkan prosedur penarikan atau pencairan dana ialah melalui kehadiran Ketua dan Bendahara lembaga untuk dapat membubuhkan tanda tangan secara langsung dalam slip penarikan. Jika berhalangan, Bank Jatim memberikan kemudahan melalui surat kuasa, yang tentunya, tetap melalui proses verifikasi untuk mengetahui keabsahan surat kuasa tersebut.
Jika disimpulkan, Bank Jatim dan OCBC NISP secara jelas telah mengedepankan asas prudential banking. Namun ternyata, tidak setiap bank memiliki ketentuan serupa. Terbukti, kisah nyata pada 2015 lalu, menjadikan layanan sebuah Bank ternama di Indonesia, sebagai fasilitas adanya penipuan yang membuat pelakunya sebagai tersangka namun belum ditahan, melainkan hanya wajib lapor, dan kasus tersebut saat ini masih berada dalam proses pengadilan disebabkan si pengirim dana merasa telah membeli bangunan pondok pesantren yang tentunya, tidak melalui kesepakatan jual beli yang sah.
Kiranya, tulisan ini bertujuan sebagai bentuk kewaspadaan diri bagi masyarakat luas agar selalu berhati-hati karena kejahatan penipuan bisa menjerat siapa saja.
Penulis adalah Dr. Lia Istifhama, MEI, yang merupakan Advokat serta Aktivis Perempuan