Kementerian Agama Republik Indonesia meminta para pelopor penguatan moderasi beragama mampu menjawab berbagai tantangan yang berkembang di masyarakat, salah satunya hoaks terkait agama yang marak di dunia maya.
"Tantangan penguatan moderasi beragama tidak hanya di dunia nyata, tapi juga dunia maya, terutama hoaks terkait agama. Ini harus juga menjadi perhatian pelopor penguatan moderasi beragama berbagai wilayah, khususnya di Jawa Tengah," kata Staf Khusus Menteri Agama Bidang Komunikasi Publik dan Media Wibowo Prasetyo di Semarang, Sabtu.
Hal tersebut disampaikan Wibowo di hadapan para Kepala Seksi Pendidikan Agama Islam Kemenag Kabupaten/Kota seluruh Jawa Tengah, ASN di lingkup Bidang PAI Kanwil Kemenag Jawa Tengah saat acara Orientasi Pelopor Moderasi Beragama di Semarang.
Baca juga: Tips jitu hindari hoaks
Selain itu, kata Winowo, para penggerak atau pelopor penguatan moderasi beragama juga diminta memahami dengan dunia digital, paham monitoring isu, terutama seputar kerukunan, sekaligus mitigasinya.
Ia menjelaskan bahwa menjaga kerukunan saat ini dihadapkan pada tantangan yang lebih sulit karena banyak informasi palsu di media sosial yang berpotensi mengganggu kerukunan masyarakat.
Berbagai hoaks dan disinformasi yang beredar di media sosial, lanjut dia, kerap berbalut dengan isu suku, agama, ras dan antargolongan yang dapat memicu konflik di masyarakat.
Ia mencontohkan salah satu hoaks yang pernah beredar di Sri Lanka pada Maret 2018 hingga pemerintah setempat menutup media sosial Facebook dan Whatsapp karena terjadi kerusuhan antaragama yang diakibatkan oleh berita bohong tersebut.
"Hoaks yang beredar saat itu, kaum minoritas muslim dituduh edarkan obat yang bisa membuat mayoritas muda mandul. tu dipercaya publik sehingga membuat kerusuhan dan kacau sampai akhirnya whatsapp dan facebook di sana ditutup," ujarnya.
Hoaks lainnya antara lain yang menimpa Kementerian Agama yakni hoaks bahwa dana haji habis karena digunakan untuk membiayai proyek Ibukota Nusantara (IKN).
"Yang seperti ini harus bisa segera direspons penggerak moderasi beragama sebab disinformasi juga bisa memicu tindakan ekstrem yang tidak sejalan dengan semangat moderasi beragama," katanya.
Oleh karena itu, dirinya meminta upaya penguatan moderasi beragama tidak bisa hanya dilakukan dengan cara-cara konvensional tatap muka, tapi juga memanfaatkan teknologi informasi.
Baca juga: Media berperan penting sebarkan informasi berkualitas