Malang (ANTARA) - Produsen keripik tempe di Sentra Industri Tempe dan Keripik Tempe Sanan, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur, menyatakan bahwa harga minyak goreng untuk kebutuhan industri kecil masih membebani para pelaku usaha kecil tersebut.
Pemilik usaha keripik tempe Kiky, Laili Afrida di Kota Malang, Jawa Timur, Jumat, kepada ANTARA, mengatakan, meski pemerintah menetapkan kebijakan satu harga minyak goreng sebesar Rp14.000 per liter, hingga kini pelaku industri belum merasakan dampak kebijakan itu.
"Untuk minyak goreng, saya belum pernah mendapatkan harga Rp14 ribu per liter. Saat ini masih pada harga Rp33.000 per dua liter," kata Laili.
Laili menjelaskan, minyak goreng untuk produsen keripik tempe merupakan salah satu bahan baku utama. Kebutuhan minyak goreng dalam jumlah yang cukup besar per hari, membuatnya memilih untuk tetap membeli minyak goreng dengan harga Rp16.500 per liter.
Menurutnya, pada toko ritel modern yang ada di wilayah Kota Malang, memang tersedia minyak goreng dengan harga Rp14.000 per liter sesuai dengan kebijakan pemerintah, namun, pembelian komoditas itu dibatasi maksimal dua liter minyak per orang.
"Saya tidak mungkin mencari minyak goreng dengan harga Rp14.000 per liter dan dibatasi jumlah pembeliannya. Karena kebutuhan cukup banyak, belum lagi itu harus antre," katanya.
Ia menambahkan kebutuhan minyak goreng pada usaha keripik tempe miliknya, saat ini berkisar 12 liter per hari. Jumlah tersebut sesungguhnya menurun dari kondisi normal, dimana ia bisa membutuhkan 24 liter minyak goreng per hari.
Penurunan kebutuhan minyak goreng tersebut salah satunya juga disebabkan adanya faktor menurunnya permintaan produk keripik tempe. Selain itu, juga merupakan dampak dari kenaikan harga kedelai yang menyebabkan pelaku usaha mengurangi produksi.
"Harapan saya ke pemerintah, minyak goreng harus segera diturunkan. Agar kami bisa lebih bernafas. Pelaku usaha keripik tempe di sini juga sudah banyak yang libur akhir-akhir ini," katanya.
Saat ini, lanjutnya, omzet penjualan produk keripik tempe menurun lebih dari 50 persen dibandingkan kondisi sebelumnya. Sebelumnya, ia bisa menjual hingga 200 bungkus keripik tempe per hari, namun saat ini hanya berkisar 50 bungkus per hari.
"Omzet saya tidak bisa menyebutkan angkanya berapa besar, tapi memang turun. Dan saat ini yang penting bisa untuk makan, karena berkurangnya sangat jauh," katanya.
Senada dengan Laili, pemilik usaha keripik tempe Melati Jaya, Wicaksono, mengatakan bahwa tingginya harga minyak goreng semakin memberatkan pelaku usaha, yang saat ini juga terdampak kenaikan harga kedelai.
Ia menambahkan, kebutuhan minyak goreng pada usaha miliknya sebanyak 35 liter per hari. Saat ini, ia membeli minyak goreng tersebut dengan harga Rp19.000 per liter, atau jauh lebih tinggi dibanding kebijakan pemerintah yang sebesar Rp14.000 per liter.
"Sehari saya habis 35 liter minyak goreng. Saya dan rekan-rekan produsen di sini belum pernah mendapatkan minyak goreng dengan harga Rp14.000 per liter," katanya.
Dengan tingginya harga minyak goreng ditambah kenaikan harga kedelai yang berdampak pada harga tempe, Wicaksono harus menaikkan harga produk miliknya. Saat ini, ia menjual satu kilogram keripik tempe seharga Rp60.000 per kilogram dari sebelumnya Rp40.000 per kilogram.
"Bahan baku semua naik, tempe juga naik harganya. Dulu harga satu kilogram keripik tempe Rp40.000, sekarang bisa Rp60.000 per kilogram. Omzetnya juga berkurang banyak," ujarnya.
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menetapkan kebijakan satu harga untuk minyak goreng sebesar Rp14 ribu per liter sejak 19 Januari 2022. Kebijakan itu, merupakan upaya lanjutan untuk menjamin ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau.
Melalui kebijakan tersebut, seluruh minyak goreng baik kemasan premium maupun sederhana akan dijual dengan harga setara Rp14 ribu per liter untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga serta usaha mikro dan kecil.
Harga minyak goreng masih membebani produsen keripik tempe di Malang
Jumat, 18 Februari 2022 19:25 WIB