Seoul (ANTARA) - Presiden Korea Selatan Moon Jae-in pada Senin berjanji untuk menggunakan bulan-bulan terakhir pemerintahannya untuk mendorong terobosan diplomatik demi perdamaian dengan Korea Utara.
Dorongan itu dilakukan Moon meskipun tidak ada respons dari Pyongyang atas upayanya untuk deklarasi perdamaian antara kedua belah pihak.
"Pemerintah akan mengejar normalisasi hubungan antar-Korea dan jalur perdamaian yang tidak dapat diubah sampai akhir," kata Moon dalam pidato tahun baru terakhirnya sebelum masa jabatan lima tahunnya sebagai presiden berakhir pada Mei 2022.
"Saya berharap upaya dialog akan berlanjut di pemerintahan berikutnya juga," ujar Moon.
Sementara itu, pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dalam pidatonya pada malam tahun baru tidak menyebutkan sama sekali tentang seruan Moon untuk sebuah deklarasi yang secara resmi mengakhiri Perang Korea 1950-1953. Kim juga tidak menyebut tentang pembicaraan denuklirisasi yang terhenti dengan Amerika Serikat.
Moon sebelumnya telah mengadakan beberapa pertemuan tingkat tinggi dengan Kim, termasuk sekali di Pyongyang, selama negosiasi yang berlangsung tergesa-gesa pada 2018 dan 2019.
Namun, pembicaraan antara kedua Korea terhenti di tengah ketidaksepakatan atas tuntutan internasional agar Korea Utara menyerahkan gudang senjata nuklirnya, sementara Pyongyang menyerukan agar Washington dan Seoul dapat meringankan sanksi dan menghapus "kebijakan bersifat bermusuhan" lainnya.
Moon sedang mendorong "deklarasi akhir perang" sebagai cara untuk memulai kembali negosiasi yang macet dengan Korut dan pemerintahannya telah mengisyaratkan untuk diskusi jalur belakang.
Namun, Korea Utara belum secara terbuka menanggapi desakan terbaru pemerintahan Moon itu, dan Amerika Serikat mengatakan mendukung gagasan itu tetapi mungkin tidak setuju dengan Korsel mengenai pemilihan waktunya.
"Memang benar bahwa jalan masih panjang," kata Moon mengakui, tetapi ia juga berpendapat bahwa jika hubungan antar-Korea membaik, masyarakat internasional akan mengikuti.
Moon mengatakan jangkauannya ke Korea Utara telah dimungkinkan dengan membangun militer besar yang membantu membuat Korea Selatan lebih aman.
"Perdamaian mungkin terjadi dalam kondisi keamanan yang kuat," katanya.
Pandemi COVID-19 membayangi kebuntuan pembicaraan Korea Selatan dengan Korea Utara, ketika Pyongyang menerapkan penguncian yang belum pernah terjadi sebelumnya di negara itu.
Sementara Moon menghadapi tekanan di dalam negeri untuk meredam wabah virus corona besar pertama di luar China pada awal 2020.
Sejak itu, Korea Selatan menggunakan pelacakan dan penelusuran yang agresif, serta aturan jarak sosial dan kampanye vaksinasi yang sempat terlambat tetapi menyeluruh untuk menjaga jumlah kasus dan kematian akibat COVID-19 tetap relatif rendah menurut standar global.
Sumber: Reuters (*)