Jakarta (ANTARA) - Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) DKI Jakarta dan dokter spesialis anak Rini Sekartini mengatakan di era digital di mana akses dan informasi tersebar melalui perangkat elektronik dengan mudah, orang tua wajib mendampingi anak yang mengalami Autism Spectrum Disorders (ASD) untuk mengakses gawai hingga tontonan di televisi.
Menurut dia, penggunaan gawai hingga tontonan di televisi untuk anak yang mengalami autisme di bawah usia 24 bulan sangat tidak disarankan.
“Penggunaan gawai sejak dini ini menjadi pemicu risiko keterlambatan bicara. Sayangnya orang tua kini banyak sekali yang memberikan gawai sejak usia bayi. Rekomendasinya sampai usia anak mencapai 2 tahun tidak boleh menggunakan gawai dalam bentuk apa pun,” kata dokter Rini saat dihubungi ANTARA, Jumat.
Penggunaan gawai hingga menonton tayangan di televisi diperbolehkan setelah anak sudah memahami sosialisasi di usia 2 tahun, namun dengan catatan orang tua harus mendampingi.
Orang tua harus memastikan selalu ada interaksi dua arah saat anak mengakses gawai atau pun tontonan televisi sehingga anak yang mengalami autisme dapat terstimulus dengan baik untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya dan tidak terpaku pada gawai atau pun televisi.
“Gawai ini diperbolehkan dengan adanya pendampingan untuk interaksi, karena anak- anak dengan ASD itu membutuhkan interaksi dua arah,” kata Rini.
Berdasarkan data Center for Disease Control and Prevention (CDC) kasus autisme mengalami peningkatan peluang mengikuti pertambahan waktu.
Baik faktor internal seperti genetik dan eksternal seperti lingkungan dapat berpengaruh menyebabkan terjadinya autisme pada anak khususnya dalam pengembangan sel- sel otak ditahap awal.
Kasus autisme dapat diketahui secara jelas saat anak berusia 2 tahun dengan ciri kurangnya bahasa yang digunakan saat berkomunikasi hingga kegiatan yang dilakukan berulang oleh anak terbatas.
Mengutip laman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), individu yang memiliki ASD mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan baik dan hanya memiliki sedikit minat dan ketertarikan pada kegiatan atau pun aktivitas yang bersifat rutin.
Untuk itu anak dengan ASD harus menjalani serangkaian terapi agar bisa memahami bentuk sosialisasi yang terjadi di masyarakat.
Dokter Rini menyarankan orang tua harus berperan aktif selama anak menjalani rangkaian terapi di antaranya seperti terapi sensori integrasi, terapi perilaku, hingga terapi bicara dan okupasi.
“Terapi ini tetap harus didukung keluarga untuk dilatih di rumah setiap hari. Tugas keluarga membantu anak untuk dapat mandiri dan bersosialisasi dengan teman sebaya,” kata dokter yang melangsungkan prakteknya di RSIA Bunda Menteng Jakarta itu. (*)