Jember (ANTARA) - Pengamat politik Universitas Jember (Unej) Dr Muhammad Iqbal mengatakan debat publik Pilkada Jember 2020 tidak sekadar urusan menang dan kalah dalam kontestasi, tetapi untuk membiarkan kebenaran muncul dan menang.
Tiga pasangan cabup-cawabup yang mengikuti debat publik Pilkada Jember tahap ketiga melalui siaran televisi lokal pada Selasa (1/12) yakni Faida - Dwi Arya Nugraha Oktavianto (Faida-Vian) dengan nomor urut 1, kemudian Hendy Siswanto - M. Balya Firjaun Barlaman (Hendy-Firjaun) dengan nomor urut 2, dan Abdus Salam - Ifan Ariadna Wijaya (Salam-Ifan) dengan nomor urut 3.
"Apakah debat publik adalah penentu kebutuhan informasi yang sudah memadai atas visi-misi dan program tiga pasangan cabup dan cawabup? Tampaknya belum," katanya Muhammad Iqbal di Kabupaten Jember, Jatim, Kamis.
Dosen Ilmu Hubungan Internasional di FISIP Unej itu menilai jawaban para pasangan calon nisbi masih dominan ungkapan normatif dan abstrak yang cenderung berputar-putar, padahal perlu ada informasi yang sangat memadai untuk pemilih.
"Memadai harus dimaknai sebagai kebenaran dan kejujuran sebagai calon pemimpin, serta tidak semata untuk memoles pencitraan atau menabur janji dan harapan yang nisbi kerap kali tidak sesuai dengan kenyataan," tutur-nya.
Apabila penilaian hanya terbatas pada aspek jalannya debat semata, lanjut dia, maka perlu memakai tiga kriteria dalam mengulik sebuah debat publik tersebut yakni materi, tata krama, dan struktur atau organisasi dan manajemen waktu selama debat berlangsung.
"Berdasarkan ketiga kriteria itu tampaknya pasangan Faida dan Vian secara obyektif terkesan lebih unggul, baik ketika memaparkan materi dan argumentasi dengan metode pembagian peran maupun manajemen waktu," ucap pakar komunikasi Unej itu.
Terlihat sikap penuh percaya diri nisbi dominan ada pada Faida, sementara pasangan Salam-Ifan dapat meraih poin penting dalam segmen debat terbuka ketika melontarkan sejumlah pertanyaan hard issue kepada Hendy dan juga terutama ditujukan kepada Faida.
Sedangkan Haji Hendy juga punya poin penting dalam segmen debat terbuka saat menjawab dengan santai sejumlah pertanyaan bernada menyerang dan peran Firjaun juga cukup efektif dengan memakai diksi "Trilogi Persaudaraan" untuk menjawab pertanyaan soal bagaimana membangun kerukunan dan keharmonisan dalam kehidupan masyarakat Jember.
Khusus untuk segmen closing statement, lanjut dia, secara amatan objektif, pasangan Faida-Vian nisbi lebih pas pembagian peran dan manajemen waktunya ketika mengakhiri pernyataan penutup acara debat.
Ia mengatakan Profesor Kathleen Hall Jamieson pernah menyampaikan bahwa debat sesungguhnya bukan hanya soal aturan yang tersurat, tapi juga terikat oleh aturan yang tersirat.
Menurutnya nalar rasional lebih diistimewakan daripada gejolak emosi dan argumen dianggap lebih unggul dari sekadar jargon, ada sekian banyak bukti, sehingga bukti-bukti itu dapat mengarahkan pemilih untuk menolak hasutan dan polemik untuk kasus nyata masuk akal.
"Seluruh rangkaian dan akhir dari debat bukanlah memaksa publik memahami tentang kasus mana atau program dan janji kandidat mana yang lebih kuat, tapi sejauh mana seluruh proses kontestasi pilkada dapat mengedukasi penonton acara debat dan seluruh masyarakat," ucap dia.
Ia menilai ada lebih banyak konteks (daripada sekadar demo orasi dan teks) serta konstelasi politik maupun diskresi kebijakan yang sangat politis dan pelik, sehingga dalam debat kandidat tidak bisa merasa lebih unggul ketika berlindung di balik jargon dan orasi yang ulung.
"Karena kandidat punya tanggung jawab moral dan konstitusional bahkan spiritual untuk mendidik para pemilih dalam Pilkada Jember dengan deliberasi atau aktif mendorong terbuka lebarnya partisipasi publik untuk menentukan nasib Kabupaten Jember lima tahun mendatang," ujarnya.