Surabaya (ANTARA) - Rektor Universitas Airlangga Surabaya Prof Mohammad Nasih mengatakan tiga kombinasi obat penawar COVID-19 temuan peneliti Unair hanya tinggal menunggu izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk diproduksi secara massal.
"Dari lima kombinasi obat penawar COVID-19, hanya tiga yang disarankan karena mempunyai potensi penyembuhan terbesar. Ketiganys adalah Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin, Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline, serta Hydrochloroquine dan Azithromyci. Kesemuanya menunggu izin produksi dari BPOM," kata Prof Nasih di Surabaya, Minggu.
Nasih mengatakan meskipun temuan obat penawar COVID-19 tersebut adalah obat kombinasi, namun BPOM tetap menganggap obat yang dihasilkan Unair digolongkan pada obat baru. Untuk itu, pihaknya masih menunggu pembahasan dengan BPOM.
"Tentu BIN (Badan Intelijen Negara) dan Kasad (Kepala Staf TNI Angkatan Darat) yang akan mempresentasikan ke BPOM untuk memperlancar proses terbitnya izin produksi dan edar. Rencananya Rabu (19/8) akan ada pertemuan dengan BPOM untuk menjelaskan berbagai isu secara gamblang dan detail," katanya.
Dalam pertemuan dengan BPOM, pihaknya juga akan mendiskusikan teknis yang berkaitan bahan-bahan obat dengan pihak Kimia Farma dan Lembaga Biologi Angkatan Darat yang akan memproduksi obat penawar tersebut.
"Untuk mempersiapkan lebih teknis agar obar bisa segera diproduksi bila izin edar segera terbit. Kami masih menunggu panggilan dari BPOM," ujar Prof Nasih.
Kendati demikian, Unair telah memiinta perubahan dan perbaikan ke BPOM sepanjang memenuhi persyaratan. “Yang terpenting, untuk di Bandung BPOM sudah melakukan inspeksi,” tambah Rektor Unair.
"Dari inspeksi ini, temuan-temuannya sudah kami tindak lanjuti. Tidak ada pertemuan merger. Jadi, kita tindak lanjuti langsung."
Prof Nasih menyatakan tingkat efektivitas kombinasi obat penawar COVID-19 temuan peneliti Unair mencapai lebih dari 98 persen.
"Dari hasil uji klinis terhadap tiga obat tersebut, setelah dikombinasikan daya penyembuhannya meningkat dengan sangat tajam dan baik. Untuk kombinasi tertentu sampai 98 persen efektivitasnya, yang paling rendah di angka 92 persen. Efektivitas ini berdasar dari sampel yang diambil secara acak," katanya.
Sebelumnya, Unair telah melakukan evaluasi pada lebih dari 1.100 sampel dari berbagi multicenter, yakni Rumah Sakit TNI, Rumah Sakit Universitas Airlangga, Rumah Sakit TNI-Polri, dan Rumah Sakit Lamongan.
Dari hasil itu yang memenuhi syarat inklusifivitas dan lainnya lebih dari 750 sampel.
"Di awal-awal kami menyiapkan 13 multicenter yang ada. Dalam masa persiapan sudah mulai berjalan dua hari, tiga hari, ada kasus di RS Dustira yang ribuan anggota Sekolah Calon Perwira (Secapa) terkonfirmasi COVID-19. Kemudian kami dipanggil untuk menangani di sana. Tentu fokus kita kemudian terbelah," ujarnya.
"Ketika persiapan yang lain kami diajak menangani di sana, tetapi kami sekaligus melakukan uji klinis di sini. Meskipun di luar rencana," tutur Nasih.
Selain itu, ketiga kombinasi obat penawar COVID-19 mempunyai dosis yang lebih rendah dibanding apabila obat diberikan secara tunggal.