Sidoarjo, Jatim (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan jika puncak musim kemarau di Jawa Timur terjadi pada bulan Agustus 2020, menyusul saat ini sejumlah wilayah di daerah setempat sudah mengalami hari tanpa hujan.
Kasi Data dan Informasi BMKG Juanda, Teguh Tri Susanto, di Sidoarjo, Selasa, mengatakan akibat dari puncak musim panas itu sejumlah wilayah berpotensi terjadi kekeringan.
"Sejumlah wilayah Jawa Timur pada umumnya kriteria sangat pendek dan menengah. Terdapat kriteria masih ada hujan di Kabupaten Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Kediri, Blitar, Malang, Lumajang, Jember, Probolinggo, Bondowoso, Banyuwangi, dan Bangkalan," katanya.
Ia mengatakan untuk sebagian wilayah kabupaten yang sudah 31-60 hari berturut-turut tidak mengalami hujan di antaranya Kabupaten Pacitan, Ponorogo, Ngawi, Madiun, Magetan, Gresik, Malang Lamongan, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Bondowoso, Jember, Banyuwangi, Situbondo, Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan.
"Curah hujan Dasarian III Juli 2020 Provinsi Jawa Timur (deterministik) pada umumnya diprakirakan berkisar 0-50 mm dengan peluang (probabilistik) lebih dari 90 persen," katanya.
Menurutnya, secara nasional berdasarkan hasil monitoring kejadian hari kering berturut-turut dan prediksi probabilistik curah hujan dasarian, terdapat indikasi potensi kekeringan meteorologis hingga dua dasarian ke depan dengan status waspada hingga awas.
"Dari hasil monitoring tersebut, wilayah yang berpotensi mengalami kekeringan meteorologis dengan kategori waspada di antaranya adalah, Bali, Jawa Barat, Jateng, Jatim, Maluku, NTB dan juga NTT," katanya.
Sementara wilayah yang berpotensi mengalami kekeringan meteorologis dengan kategori siaga di antaranya Bali, DI Yogyakarta, Pasuruan Jawa Timur.
"BMKG mengimbau masyarakat serta pemerintah daerah setempat yang wilayah berada dalam daftar di atas untuk mengantisipasi dampak kekeringan ini terhadap sektor pertanian, yaitu berkurangnya pasokan air pada lahan pertanian," demikian Teguh Tri Susanto.