Tulungagung (ANTARA) - Perajin bakiak tetap eksis dan mempertahankan industri rumahan yang telah digeluti puluhan tahun dan turun-menurun, meski permintaan pasar akan sandal tradisional berbahan kayu itu menurun saat ini.
Muhammad Hamdan Habibi, salah satu perajin bakiak di Desa Serut, Kecamatan Boyolangu, Tulungagung, Jawa Timur, Senin, mengatakan, kerajinan bakiak yang dia tekuni saat ini merupakan mata pencaharian dengan spesifikasi keahlian yang dimiliki.
Penurunan volume permintaan bakiak dalam kurun beberapa tahun terakhir memang dikeluhkan, namun industri kecil ini masih menguntungkan.
"Trennya banyak berubah. Pengguna bakiak semakin sedikit seiring kian bervariasinya produk sandal yang tahan air dan mungkin lebih praktis," katanya.
Sebagai gambaran, tutur Hamdan Habibi, jika sebelumnya bisa melayani hingga 50 kodi bakiak per bulan, kini maksimal hanya 20 kodi.
Usaha bakiak digeluti Hamdan sejak zaman moyangnya. Hamdan merupakan generasi keempat penerus usaha bakiak.
Dibantu dengan sejumlah karyawannya, Hamdan bertekad meneruskan usaha bakiak yang sudah dirintis oleh leluhurnya ini.
"Mungkin usaha ini ketinggalan zaman, namun tetap kami produksi karena kami percaya ini masih mendatangkan keuntungan," imbuhnya.
Kayu yang digunakan untuk membuat bakiak ini merupakan kayu randu. Kayu tersebut dipilih karena ringan dan mudah dibentuk.
Sejumlah kota yang mempunyai banyak pondok pesantren seperti Kediri, Jombang dan Ponorogo menjadi pelanggan tetapnya. "Saat ini pelanggan banyak dari kalangan pesantren," katanya.
Perajin bakiak Tulungagung tetap bertahan meski permintaan menurun
Senin, 3 Februari 2020 21:49 WIB