Malang (ANTARA) - Teknologi baru Pembuahan Jeruk Berjenjang Sepanjang Tahun (Bujangseta) yang diluncurkan Kementerian Pertanian mampu meningkatkan produksi jeruk di Indonesia hingga dua kali lipat dibanding teknologi konvensional.
Pola tanam ini bisa membuat tanaman jeruk berbuah sepanjang tahun (off season) dan mendorong peningkatan produksi tanpa mengurangi kualitas. Jika biasanya panen jeruk hanya dua kali dalam satu tahun, dengan teknologi Bujangseta bisa panen 4-5 kali setahun.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Pertanian Fajri Djufri di Malang, Jumat, mengatakan persoalan mendasar pada komoditas jeruk adalah hasil produksi (panen) yang hanya terjadi dua kali dalam satu tahun, sehingga ada kekosongan dan biasanya diisi dengan membuka kran impor.
Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) melalui Balai Penelitian Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro) Tlekung, Kota Batu, serius memikirkan terobosan untuk menjawab masalah itu.
Dari masalah yang dihadapi itu, lahirlah teknologi Bujangseta yang mampu meningkatkan produksi dengan masa panen sepanjang tahun. Dan, hasil produksi melimpah, sehingga nantinya bisa mengekspor jeruk.
"Bujangseta dapat membuat tanaman jeruk berbuah sampai lima kali. Jika biasanya, dengan pola tanam konvensional, hanya panen setengah tahun sekali. Tentunya ini kemajuan yang dimiliki di bidang pertanian, khususnya buah jeruk, untuk meningkatkan hasil produksi," ujar Fajri.
Fajri menambahkan teknologi Bujangseta mulai dikenalkan kepada petani di seluruh Indonesia. Satu juta bibit jeruk sudah disebar untuk dikembangkan melalui teknologi itu.
"Kami sudah mengenalkan Bujangseta sebagai teknologi baru menanam jeruk kepada petani dan menyebar 1 juta bibit. Harapannya, teknologi ini dapat berjalan dengan dukungan berbagai pihak," ucapnya.
Menurut dia, teknologi Bujangseta tak menyentuh sampai adanya revitalisasi tanam. Penggunaan Bujangseta hanya mengubah manajemen tanam jeruk. Melalui ketersediaan nutrisi pada tanaman yang akan mampu menghasilkan buah setiap saat.
"Bujangseta hanya mengubah manajemen dalam menanam jeruk, dengan menyiapkan ketersediaan nutrisi yang cukup. Melalui pemupukan tujuh sampai delapan kali, kalau konvensional hanya dua sampai tiga kali saja," tuturnya.
Sementara itu, Ketua Kontak Bisnis Hortikultura Indonesia (KBHI) Ilud Maulud menambahkan Bujangseta secara otomatis bisa menjaga ketersediaan jeruk dalam negeri. Karena masa panen dapat dilakukan setiap saat, tanpa menunggu jangka waktu 3 sampai 6 bulan.
"Kami sebagai suplier sangat diuntungkan adanya teknologi Bujangseta, dimana setiap saat stok jeruk dalam negeri tersedia. Buyer membutuhkan kontinyuitas, kualitas, kuantitas. Dengan Bujangseta kami bisa menambah satu lagi, yakni kreativitas," katanya.
Nantinya, lanjut dia, dengan melimpahnya hasil produksi akan bisa memberikan peluang untuk membuka sentra-sentra jeruk dalam negeri. Selain itu, hasil produksi akan mudah dibawa ke luar negeri, dengan membuka pasar baru.
"Dalam negeri nantinya bisa ada sentra-sentra jeruk. Kita bisa leluasa memilih dan mengambil hasil produksi sesuai permintaan pasar dan ini peluang membuka pasar di luar negeri, seperti Malaysia, Singapura dan negara-negara lain," katanya.
Komoditas jeruk menempati urutan ketiga sebagai buah yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia selama tahun 2015 dan 2016, dengan tingkat konsumsi 3,28 /kapita/tahun pada 2015 yang naik menjadi 3,60/kg/kapita/tahun pada 2016.
Berdasarkan National Social and Economic Survey household consumption and expenditure supplement, jeruk menempati urutan pertama untuk pengeluaran buah rata-rata masyarakat Indonesia (dalam rupiah), baik di desa maupun di kota.
Menurut laporan kinerja Kementerian Pertanian (2017) dalam Firlana (2019) bahwa produksi buah jeruk pada tahun 2017 mencapai 2.213.622 ton, hasil produksi ini sedikit meningkat dibanding dengan hasil produksi pada tahun 2016 sebesar 2.138.458 ton.
Produksi jeruk di Indonesia pada tahun 2014-2017 mengalami flukfuatif. Pada tahun 2014 produksi jeruk di Indonesia mencapai 1.926.544 ton.
Pada tahun 2015, hasil produksi jeruk mengalami penurunan menjadi 1.856.076 ton, dan pada 2016 mengalami kenaikan hasil produksi yang drastis mencapai 2.138.458 ton.
Namun demikian, kenaikan produksi tanaman per satuan luasan seringkali tidak dibarengi dengan kenaikan kualitas produksi buah, sehingga menutup peluang untuk memenuhi kebutuhan ekspor dan hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri saja.
Sementara itu, teknologi Bujangseta adalah kombinasi dari tiga tahap pemeliharaan, yaitu manajemen kanopi (prunning) pemangkasan yang dapat memacu pertunasan vegetatif dan generatif menjadi lebih seimbang sehingga kelembaban dalam tajuk dapat dikurangi dan secara otomatis penyakit akan lebih mudah dikendalikan.
Selanjutnya, manajemen nutrisi (mengubah pola pemupukan dari biasanya, yaitu dengan mengombinasikan pupuk padat dan cair secara bergantian sehingga kondisi tanaman menjadi sehat dan mampu tumbuh dengan baik, berbunga dan berbuah secara kontinyu).
Selain itu, manajemen pengendalian hama (dititikberatkan pada penyakit burik kusam, embun jelaga dengan mengendalikan hama penyebabnya, di antaranya Aphis, Trip, kutu dompolan dan kutuk sisik dengan model pengendalian perpaduan antara monitoring dan interval pengendalian secara berkala.
Dengan demikian, siklus perkembangan dan serangan hama dan penyakit dapat dan mudah dikendalikan sehingga diperoleh buah yang berkualitas premium.
Ketiga tahap ini harus dijalankan untuk mendapatkan hasil panen jeruk yang optimal. Berdasarkan pengalaman, teknologi Bujangseta terbukti menjadikan pohon Jeruk Siam dapat dipanen lebih dari 3 kali/tahun dengan mutu buah premium.
Bujangseta telah diaplikasikan di kebun petani di Banyuwangi dan telah panen beberapa kali. Masa panen yang biasanya hanya 2 – 3 kali per tahun sekarang dapat mencapai 5- 6 kali dalam setahun. Keuntungan dari petani akan meningkat karena mendapatkan harga yang bagus dan masa panen yang dapat diatur.
Hasil kajian menunjukkan bahwa penerapan teknologi Bujangseta mampu membuat tanaman jeruk berproduksi 5-7 kali dalam kurun waktu setahun, meningkatkan produktivitas pohon 1,5-2,0 kali, mutu buah memuaskan baik cita rasa maupun penampilan buahnya, secara tidak langsung.
Bujangseta seperti yang dilakukan di kabupaten Banyuwangi bisa direplikasi di tempat lain. Pelaksanaannya mudah, tergantung kemauan petani dan dukungan dari pemerintah daerah setempat. Dalam mendukung teknologi Bujangseta, penataan kelembagaan menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan.