Pamekasan (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, akan memberikan sanksi kepada dua panitia pemilihan kecamatan (PPK) yang terbukti melakukan pelanggaran administratif pada pelaksanaan pemilu, sesuai hasil sidang Bawaslu RI beberapa hari lalu.
Menurut Ketua KPU Pamekasan Mohammad Halili, kedua PPK yang diketahui melakukan pelanggaran itu, masing-masing PPK Proppo dan PPK Larangan.
"KPU Pamekasan akan memberikan teguran tertulis kepada kedua PPK, yakni PPK Proppo dan Larangan sesuai rekomendasi Bawaslu, karena keduanya telah terbukti melakukan pelanggaran administratif pemilu," kata Halili kepada ANTARA per telepon, Minggu malam.
Selain itu, kedua PPK ini juga telah diperintahkan Bawaslu RI berdasarkan hasil sidang institusi itu untuk melakukan perbaikan form DA 1 DPR di kedua kecamatan tersebut.
Form DA 1 DPR diminta agar disesuaikan dengan formulir model DA1 Plano DPR dan hanya berkaitan dengan Partai Nasdem," katanya.
Halili menjelaskan perbaikan oleh PPK Proppo dan Larangan itu nantinya akan dilakukan di kantor KPU Pamekasan dan disaksikan oleh Bawaslu Pamekasan.
Namun, sambung Halili, terkait pelaksanaannya, KPU Pamekasan masih menunggu hasil koordinasi dengan KPU Provinsi Jawa timur.
"Yang jelas, hasil perbaikan formulir DA 1 DPR diikuti dengan perbaikan/penyesuaian form DB1 DPR oleh KPU Pamekasan," katanya, menambahkan.
Ketua Bawaslu Pamekasan Abdullah Saidi sebelumnya menjelaskan, selain diminta untuk melakukan perbaikan data form DA1 DPR dan meminta KPU memberikan sanksi atas temuan pelanggaran pemilu itu, Bawaslu RI juga mengajukan kasus itu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk disidangkan.
Saat sidang di kantor Bawaslu RI, dua PPK tersebut, yakni PPK Larangan dan PPK Proppo, Pamekasan, mengaku terpaksa mengubah data form DA1, karena diintimidasi oleh tim sukses caleg peserta pemilu, sebagaimana disampaikan Ketua PPK Kecamatan Larangan Zainuddin dalam agenda mendengarkan keterangan saksi dalam sidang penanganan pelanggaran administrasi pemilu dengan laporan Nomor 02/LP/PL/ADM/RI/00.00/V/2019, di Ruang Sidang Utama Gedung Bawaslu, Jakarta, pada 27 Mei 2019.
Kala itu, Zainuddin mengatakan, pada awalnya rangkaian rekapitulasi suara di tingkat kecamatan berjalan lancar dan aman.
Namun, usai rapat pleno rekapitulasi di tingkat kabupaten, muncul intimidasi dari salah satu caleg DPR RI yang memintanya untuk mengeluarkan form DA1 dengan tiga versi berbeda walaupun tidak sesuai data sebenarnya, dan intimidasi itu terus berlanjut.
"Kami sebenarnya tidak berniat melakukan itu, tetapi kami dan keluarga kami diintimidasi oleh orang-orang suruhan peserta pemilu," katanya, tanpa menyebutkan siapa caleg yang menyuruh melakukan intimidasi itu.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua PPK Proppo Pamekasan Yongki.
Dalam petitumnya, Zainuddin meminta majelis sidang Bawaslu untuk menyatakan laporan dugaan pelanggaran administrasi yang diajukan pelapor saksi Nasdem Syamsul Arifin, beralasan dan dapat diterima. Bahkan, dirinya mengusulkan majelis membuka form DA1 Plano sebagai acuan yang sah terhadap hasil pemilu di Kecamatan Larangan.
Dalam sidang itu, kedua PPK dari dua kecamatan di Kabupaten Pamekasan tersebut mengaku resah dengan tugasnya sebagai penyelenggara pemilu ad hoc karena banyaknya tekanan dari pihak-pihak yang ingin berlaku curang dengan menghalalkan berbagai cara.
Zainuddin mencontohkan, rumahnya sempat didatangi belasan orang, sambil mengancam keamanan keluarganya jika tidak mengeluarkan form DA1 dalam berbagai versi.
Mereka juga mengaku, enggan jika diminta kembali sebagai PPK untuk pemilu selanjutnya. Keduanya bahkan sempat menangis kala mengingat perbuatan yang mengakui sebenarnya tidak ada niatan melakukannya.
"Dengan beban kerja yang seperti ini, kami tidak ingin lagi menjadi penyelenggara pemilu," keluh Zainuddin kala itu.
Sementara terkait rencana pelaksaan sidang kode etik di DKPP ini, Ketua Bawaslu Pamekasan Abdullah Saidi menyatakan, hingga kini pihaknya belum menerima informasi lebih dari Bawaslu RI.