Surabaya (Antaranews Jatim) - Gejolak ekonomi nasional menjelang akhir 2018 diakui banyak pihak tidak menentu dengan terjadinya pelemahan nilai tukar rupiah di pertengahan Agustus 2018 yang diakibatkan gejolak Turki dan Argentina, serta adanya kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed).
Sejumlah pengamat ekonomi nasional menyebut, fluktuasi pelemahan rupiah yang terus terjadi hingga jelang Desember 2018 termasuk dalam kategori eksternal, atau bukan disebabkan gejolak dalam negeri.
Gejolak itu memberi pelajaran bahwa keberadaan lingkaran ekonomi nasional tidak bisa lepas dari faktor luar. Artinya, maju tidaknya perekonomian nasional secara universal tergantung dari perekonomian global, karena Indonesia termasuk dalam masyarakat global.
Sementara itu, rasa kekhawatiran sebagian masyarakat terhadap pelemahan rupiah dianggap sangat wajar, hal ini mengingat dekade 1998 yang pada saat ini terjadi gejolak di masyarakat, dan diperparah tuntutan reformasi pada periode tersebut.
Namun demikian, pada kenyataannya kondisi umum dalam negeri saat ini masih kondusif, dengan adanya beberapa peningkatan ekonomi dan geliat aktivitas masyarakat seperti UMKM dan perdagangan antardaerah, salah satunya di Jawa Timur
Menurut Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Jawa Timur, Difi A Johansyah masih stabilnya ekonomi Jawa Timur dari pelemahan rupiah karena struktur ekonominya yang majemuk.
Di Jatim, kata dia, terdapat berbagai industri seperti manufakturing, perdagangan, pertanian, dan maritim, sehingga dampaknya tidak telalu terasa yang membuat Jatim masih relatih aman.
"Skala minimal memang ada dampak, namun Jawa Timur relatif aman dan stabil dan tidak terlalu signifikan," katanya.
Bahkan, kata dia, ada beberapa pengusaha Jatim mampu menyiasati kondisi tersebut untuk meningkatkan nilai tambah dengan mencari pasar baru, khususnya di bidang peralatan rumah tangga.
"Imbas pelemahan rupiah hanya terjadi pada beberapa impor bahan baku. Dalam kondisi demikian, dibutuhkan kreatifitas dari pengusaha, dengan menyiasati berbagai kebutuhan ekspor. Oleh karena itu, perdagangan tidak hanya dilakukan dengan negara lain, tapi antarpulau juga harus didorong," katanya.
Jatim Tersenyum
Difi mengakui, perdagangan antardaerah di Jatim mampu mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah setempat, dan tercatat kinerja investasi dan net ekspor antardaerah secara spasial selama 6 tahun terakhir membuat pertumbuhan ekonomi mayoritas kabupaten/kota di Jatim tumbuh di atas capaian nasional.
Oleh karena itu, kata dia, Jawa Timur diprediksi masih tetap bisa tersenyum pada 2019 sebab akan tetap kondusif dan terjaga, karena secara umum pertumbuhan triwulan III-2018 tercatat sebesar 5,40 persen (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan nasional 5,17 persen (yoy).
Data itu, menunjukkan perkembangan ekonomi daerah di Jawa Timur masih terus berakselerasi, karena didorong upaya pemerintah dan masyarakat dalam mengoptimalkan potensi yang ada.
Beberapa bulan terakhir, inflasi Jawa Timur juga tercatat lebih rendah dari nasional, seperti Oktober 2018 yang tercatat sebesar 2,9 persen (yoy) atau lebih rendah dibandingkan nasional yang sebesar 3,2 persen (yoy).
"Tingginya kinerja ekonomi Jawa Timur tak lepas dari terjaganya kinerja sistem keuangan di Jawa Timur, dan berdasarkan Regional Financial Account dan Balance Sheet (RFABS) Bank Indonesia, sektor rumah tangga dan sektor korporasi adalah pelaku utama perekonomian di Jawa Timur," katanya.
Dari sisi investasi, realisasi pembangunan infrastruktur pemerintah seperti jalan tol, bandara dan sarana pendukung pertanian serta investasi industri mendorong kinerja investasi Jawa Timur.
"Dilihat dari 'Load to Deposit Ratio' (LDR) perbankan di Jatim berdasarkan lokasi bank dan lokasi proyek, terlihat sumber pendanaan proyek/investasi/industri di Jawa Timur tidak hanya dibiayai oleh perbankan di Jawa Timur, melainkan juga perbankan di luar Jawa Timur," tuturnya.
Sedangkan berdasarkan pemetaan industri, terdapat beberapa sektor yang memiliki potensi dikembangkan ke depan, yaitu industri pengolahan kopi dan teh, industri perhiasan, industri pengolahan ikan dan biota laut, serta industri alas kaki.
"Apabila dikembangkan dengan baik dan memperoleh investasi yang cukup, potensi industri tersebut dapat semakin mendorong perekonomian Jawa Timur," kata Difi.
Oleh karena itu, Difi tetap optimistis perkembangan dan ketahanan ekonomi Jawa Timur akan tetap terjaga kuat pada 2019, dengan prediksi pertumbuhan ekonomi 5,4 sampai 5,8 persen, dan dengan inflasi yang terkendali.
Gubernur Jawa Timur, Soekarwo yang juga Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) Soekarwo pun demikian. Ia mengaku terus mendorong peningkatan perdagangan antardaerah.
Berdasarkan catatan pemprov setempat, perdagangan antardaerah di Jatim meningkat 133,55 persen dalam kurun waktu lima tahun terakhir, sedangan neraca perdagangan antardaerah surplus sebesar Rp164,49 triliun pada 2017, dan surplus Rp101,15 triliun pada semester I tahun 2018.
"Indonesia itu negara kepulauan, sehingga strategi perdagangan yang dilakukan adalah memperkuat pasar domestik dengan model ekonomi negara kepulauan. Jatim mengimplementasikan strategi itu di antaranya dengan membangun Kantor Perwakilan Dagang (KPD) di 26 provinsi di Indonesia," katanya.
Strategi berikutnya, kata dia, melalui kerja sama dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dan "Cooperative Trading House" untuk memfasilitasi misi dagang ke seluruh Indonesia, serta optimalisasi Sistem Informasi Perdagangan Antar Provinsi (SIPAP).
"Tak itu saja, strategi berikutnya adalah memperkuat ekonomi digital menyambut revolusi industri 4.0, yang satu langkahnya dengan menghadirkan 'digital economy smart system', seperti 'e-raw material' untuk memperkuat 'smart industry'," katanya.
Oleh karena itu, Soekarwo yang sudah menjabat gubernur selama dua periode itu berjanji akan terus memperkuat pemasaran digital bersama beberapa pihak, salah satunya bukalapak.
"Saat ini sudah ada 1.294 Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang menjadi proyek percontohan bersama bukalapak. Kami menargetkan ada 270 ribu IKM yang menyusul bergabung. Potensi ekonomi digital ini sangat besar, sebab jumlah UMKM di Jatim mencapai 12,1 juta," katanya. (*)
Catatan Akhir Tahun: Jatim Hadapi Kejutan Ekonomi 2019 dengan Senyuman
Selasa, 11 Desember 2018 8:41 WIB
Gejolak itu memberi pelajaran bahwa keberadaan lingkaran ekonomi nasional tidak bisa lepas dari faktor luar. Artinya, maju tidaknya perekonomian nasional secara universal tergantung dari perekonomian global, karena Indonesia termasuk dalam masyarakat global.