Malang (Antaranews Jatim) - Pusat Studi Islam dan Filsafat (PSIF) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menginisiasi untuk mewujudkan kuliah bersama secara bergantian di tiga negara, yakni Indonesia, Malaysia dan Singapura.
Universitas yang nantinya menjadi tempat kuliah mahasiswa di tiga negara tersebut, adalah National University of Singapore (NUS) dan Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) serta Pusat Studi Islam dan Filsafat (PSIF) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) .
"Kolaborasi akademik lintas negara ini amat penting karena di antara negara-negara yang menjadi bagian dari bangsa Nusantara kadangkala terlibat ketegangan dan klaim. Ini terjadi karena pemahaman masyarakat akan hakikat nusantara tidaklah cukup. Untuk mengatasi persoalan ini, berbagai ikhtiar perlu digalakkan, salah satunya melalui ikhtiar akademik," kata Sekretaris PSIF UMM Subhan Setowara di Malang, Jawa Timur, Senin.
Tema besar kuliah bersama di tiga negara ini yaitu "Nusantara Bergerak". Nusantara di sini, menurut Subhan, merujuk pada lingkaran kepulauan Melayu, dimana Indonesia, Malaysia, dan Singapura termasuk di dalamnya. "Sekalipun menurut banyak orang Indonesia, nusantara hanyalah Indonesia, harus diakui menurut akar sejarahnya Malaysia dan Singapura juga merupakan bagian dari nusantara," tutur Subhan.
Lebih lanjut, Subhan mengatakan selain dimaksudkan sebagai ajang pertukaran gagasan dan wacana kritis lintas negara, serial kuliah bersama ini diharapkan dapat melahirkan kesadaran emansipatif, yaitu rasa peduli dari warga nusantara untuk sama-sama bergerak membawa perubahan progresif di negara-negara tersebut.
"Dalam perkuliahan itu nanti bisa disampaikan dalam bahasa Melayu, bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris," ucapnya.
Mata kuliah yang diangkat, lanjut Subhan, meliputi topik-topik nusantara yang bersifat interdisipliner, yakni tema-tema kebudayaan, tradisi keagamaan, kesusasteraan, kesenian, keilmuan dan pendidikan tinggi, politik dan institusi, sejarah dan kemasyarakatan, pembangunan dan ekonomi, lingkungan dan tema-tema lain yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat nusantara.
Malaysia menjadi "host" perdana serial kuliah ini yang berlangsung pada Ahad (7/10) di Gedung Gerakbudaya, Petaling Jaya, Selangor, Malaysia.
Hadir sebagai penyaji kuliah Dr Faisal Tehrani dari Akademi Alam dan Tamaddun Melayu (ATMA) UKM, Dr Azhar Ibrahim Alwee dari Malay Studies NUS, dan Dr Pradana Boy dari UMM.
Kuliah seri berikutnya akan diadakan di UMM dan NUS. Di setiap kuliah, akan ada penyaji pakar dari masing-masing tiga negara tersebut.
Pada forum kuliah perdana tersebut, Dr Azhar Ibrahim Alwee dari Malay Studies NUS mengungkapkan, ia bersama para inisiator Nusantara Bergerak punya harapan besar pada generasi muda di bangsa-bangsa serumpun ini untuk menghadirkan platform wacana sendiri, tanpa perlu mengekor pada terma Barat.
Azhar mencontohkan Haji Mohamad Misbach, pribumi Surakarta dengan khazanah pemikiran kritis amat kaya, yang berakar dari kearifan nusantara.
Sementara itu, Dr Pradana Boy dari UMM mengatakan sistem pendidikan di Indonesia membuat ia semula berpikir nusantara itu adalah Indonesia. "Namun, ketika saya S2 di Australia dan S3 di Singapura saya lihat orang Singapura bicara nusantara, orang Malaysia bicara nusantara. Ternyata nusantara itu luas, tak cuma Indonesia," kata dosen yang juga Asisten Staf Khusus Kepresidenan Bidang Keagamaan Internasional itu.
Selepas perkuliahan Pradana Boy dan Subhan mewakili PSIF UMM berkunjung ke Rumah Dakwah Muhammadiyah Malaysia untuk berdiskusi soal "Membangun Moderasi Beragama".
Kunjungan diterima oleh Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Malaysia Dr Sonny Zulhuda dan Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Malaysia Ahmad Zaki Annafiri, beserta sejumlah pimpinan dan anggota Muhammadiyah Malaysia.(*)
PSIF UMM Inisiasi Kuliah Bersama Bergantian di Tiga Negara
Senin, 8 Oktober 2018 14:48 WIB
Kolaborasi akademik lintas negara ini amat penting karena di antara negara-negara yang menjadi bagian dari bangsa Nusantara kadangkala terlibat ketegangan dan klaim. Ini terjadi karena pemahaman masyarakat akan hakikat nusantara tidaklah cukup. Untuk mengatasi persoalan ini, berbagai ikhtiar perlu digalakkan, salah satunya melalui ikhtiar akademik.