Surabaya (Antaranews Jatim) - Guratan senyum tergambar di wajah Khofifah Indar Parawansa, calon gubernur di Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur (Pilkada Jatim). Berbagai lembaga penghitungan cepat atau "Quick Count" telah menyatakan dirinya sebagai pemenang Pilkada Jatim 2018. Khofifah sumringah menyapa setiap tamu yang sejak 27 Juni sampai hari ini secara bergelombang terus berdatangan ke rumahnya untuk memberi ucapan selamat di Jalan Jemursari VIII, Kelurahan Jemur Wonosari, Kecamatan Wonocolo, Surabaya. Siapa sangka perempuan yang semasa kecilnya dulu berjualan es lilin keliling kampung itu kini menapak ke Gedung Negara Grahadi.
"Wes Wayahe", begitu slogan berbahasa Jawa yang digemborgemborkan oleh pasangan Emil Elestianto Dardak itu selama masa kampanye Pilkada Jatim 2018. Dalam bahasa Indonesia berarti "Sudah Waktunya (Menang)".
Memang Pilkada Jatim kali ini adalah yang ketiga kalinya bagi suami mendiang Indar Parawansa itu. Dua kali peridoe Pilkada Jatim sebelumnya Khofifah selalu dikandaskan oleh pasangan Soekarwo - Saifullah Yusuf.
Khofifah tak patah arang. Dia mengundurkan diri dari jabatan Menteri Sosial di era pemerintahan Presiden Joko Widodo pada 17 Januari 2018 untuk mengikuti kontestasi Pilkada Jatim 2018 atas dorongan sejumlah ulama dan kiai sepuh di provinsi setempat, yang dimotori oleh pembina Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur, KH Salahuddin Wahid.
Semula terdapat sembilan ulama dan kiai yang mendorongnya, dikenal dengan nama Tim 9, belakangan berkembang beranggotakan sebanyak 17 kiai yang menyatakan turut mendukungnya.
Dorongan dari para ulama dan kiai tersebut direspon oleh partai politik Demokrat, Golkar, Hanura, PPP, Nasdem dan PAN, yang kemudian berkoalisi mengusungnya berpasangan dengan Emil Elestianto Dardak, hingga akhirnya ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) provinsi setempat sebagai calon gubernur dan wakil gubernur nomor urut 1 di Pilkada Jatim 2018.
"Alhamdulillah, perjuangan kami selama berbulan-bulan akhirnya membuahkan hasil," ucap KH Salahuddin Wahid di Surabaya, mengacu pada hasil hitung cepat oleh berbagai lembaga yang menempatkan Khofifah-Emil sebagai pemenang Pilkada Jatim 2018.
Gus Solah, sapaan akrabnya, menyebut kemenangan ini adalah milik masyarakat Jawa Timur.
"Mudah-mudahan apa yang telah kami perjuangkan bisa memberi manfaat bagi masyarakat Jawa Timur," katanya. Matanya berkaca-kaca.
Dari atas kursi rodanya, adik kandung mendiang Presiden Republik Indonesia keempat Abdurrahman Wahid itu meyakini amanah dari hasil Pilkada Jatim ini dapat dijalankan oleh pasangan Khofifah-Emil dengan sebaik-baiknya.
"Kita doakan agar pasangan Khofifah-Emil bisa tetap bertahan memajukan Jawa Timur yang lebih baik dan memberi manfaat bagi seluruh rakyat," ujarnya.
"Arek Wonocolo"
Khofifah lahir di Surabaya, 19 Mei 1965. Sejak kecil sudah tinggal di rumah yang ditempatinya saat ini, Jalan Jemursari VIII, Kelurahan Jemur Wonosari, Kecamatan Wonocolo, Surabaya.
"Ini adalah rumah warisan dari orang tua. Jadi sejak kecil saya sudah tinggal di sini. Saya `Arek Wonocolo` asli," katanya. Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya itu menghabiskan masa anak-anak hingga masa remajanya di kampung ini.
Maka tak heran jika para tetangga di sekitar rumahnya mengenal Khofifah dengan akrab.
Itu ditunjukkan dengan kemenangannya yang terbilang telak di tempat pemilihan suara (TPS) 016, Kelurahan Jemur Wonoasri, Wonocolo, Surabaya, yang berjarak sekitar 20 meter dari rumahnya. Di TPS itu pula Khofifah bersama keluarganya menggunakan hak pilih selama tiga kali periode Pilkada Jatim yang diikutinya.
Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS setempat Muhammad Mabrur mengumumkan Khofifah, yang di Pilkada Jatim 2018 berpasangan dengan Emil Elestianto Dardak, memperoleh sebanyak 413 suara. Sedangkan rivalnya, pasangan Saifullah Yusuf - Puti Guntur Soekarno, di TPS tersebut memperoleh 56 suara.
"Kemenangan pasangan Khofifah-Emil di TPS 016 Kelurahan Jemur Wonosari, Kecamatan Wonocolo Surabaya, pada Pilkada Jatim 2018 mencapai 76 persen dari total jumlah pemilih," katanya.
Mabrur menjelaskan total Daftar Pemilih Tetap (DPT) di TPS 016 adalah 631 orang. Namun tercatat yang hadir menggunakan hak pilihnya sebanyak 497 orang. 10 suara di antaranya dinyatakan tidak sah.
Dia menandaskan, selama tiga kali periode Pilkada Jatim yang diikuti KHofifah di TPS 016 selalu membuahkan kemenangan yang terbilang telak. "Rata-rata kemenangannya di tiga kali periode Pilkada Jatim di TPS ini selalu mencapai 76 persen," ucapnya.
Sosok Sederhana
Warga Kampung Jemursari VIII Surabaya mengenal Khofifah sebagai sosok yang sederhana. Salah satunya Rodhy Nina Abarhum, warga setempat, menyebut kesederhanaan KHofifah tergambar dari rumahnya yang sampai saat ini masih menempati tanah warisan dari orang tuanya.
Bahkan Trisnadi, kerabat dekat Khofifah, memastikan meski beberapa kali menjabat sebagai anggota DPR RI dan menteri, perempuan 53 tahun itu tidak pernah memiliki mobil yang dibelinya untuk kepentingan pribadi.
"Sampai sekarang tidak pernah membeli mobil sendiri untuk keperluan pribadinya. Mobil yang dipakai selama menjabat anggota DPR RI maupun menteri adalah mobil dinas," katanya.
Konon, mobil yang digunakan Khofifah selama masa kampanye di Pilkada Jatim 2018 pun adalah pinjaman dari pendukung atau pengusungnya.
Khofifah selama masa kampanye Pilkada Jatim 2018 di Surabaya memang selalu menekankan bahwa menjadi pejabat tidak boleh untuk tujuan kekayaan. Jabatan, menurut dia, adalah amanah yang harus dijalankan dengan tulus untuk mengabdi kepada masyarakat.
"Jika hanya mengandalkan gaji dari jabatan, susah untuk bisa menjadi kaya raya. Karenanya jabatan itu harus diniati dengan tulus untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat," tuturnya.
Maka Khofifah menegaskan dirinya bukan orang kaya. Dia mengenang semasa kecilnya dulu harus membantu meringankan beban orang tua dengan menjual es lilin keliling kampung di sekitar rumahnya, wilayah Kecamatan Wonocolo Surabaya. Itu dilakoninya sejak duduk di bangku kelas 2 Sekolah Dasar. Dia menjajakan es lilin kepada teman-teman sekolah hingga teman-teman mainnya di lingkungan perkampungan Wonocolo Surabaya.
"Wonocolo ini kampung saya. Dulu saya berkeliling kampung jualan es lilin. Kalau uangnya kumpul, saya belikan buku-buku," ucapnya, mengenang.
Kini, dia menandaskan, kalaupun bisa menyekolahkan anak-anaknya sampapi ke luar negeri, semuanya juga bukan dari hasil kekayaannya.
Khofifah mencontohkan, putri pertamanya, Patimasang Mannagalli Parawansa, bisa kuliah di Singapura, Australia dan Inggris, berkat beasiswa. Begitu pula putra keduanya, Jalaluddin Mannagali Parawansa, bisa berkuliah sampai ke negeri Cina karena mendapat beasiswa.
"Saya ini nggak kaya. Rumah di Jemursari itu adalah warisan dari orang tua. Busana yang saya pakai sampai sekarang juga masih `ndeso`," ujarnya.
Kader NU
Khofifah Indar Parawansa meniti karir politik melalui Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), yang merupakan sayap dari organisasi massa Nahdlatul Ulama (NU). Di usia 26 tahun, setelah menjabat Ketua Umum Pengurus Cabang PMII Surabaya, dia melanggeng ke Senayan, Jakarta, menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) periode 1992 - 1996 dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Pada masa usia yang masih tergolong muda itu Khofifah bahkan telah dipercaya sebagai Pimpinan Fraksi PPP DPR RI.
Selanjutnya di tahun 1999 Khofifah kembali menduduki jabatan wakil rakyat di DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan menempati jabatan Wakil Ketua DPR RI.
Ketika Presiden Abdurrahman Wahid, atau akrab disapa Gus Dur, terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia keempat periode 1999 - 2001, Khofifah diangkat sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan sekaligus Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.
Khofifah kembali menjabat Menteri Sosial di Kabinet Kerja pemerintahan Presiden Joko Widodo di tahun 2014 hingga akhirnya mengundurkan diri demi mengikuti Pilkada Jatim 2018 pada 17 Januari lalu.
Kepada wartawan di Surabaya, pada 28 Juni, Khofifah mengenang dirinya bersama Saifullah Yusuf, atau akrab disapa Gus Ipul, yang menjadi pesaingnya sebagai calon gubernur nomor urut 2 di Pilkada Jatim 2018, adalah sama-sama meniti karir sebagai kader NU di bawah bimbingan mendiang Gus Dur.
Saat itu, periode 2000 - 2005, untuk pertama kalinya Khofifah menjadi Ketua Umum Muslimat NU. Pada periode yang sama di kepengurusan struktural NU, Gus Ipul menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor.
Khofifah mengaku jalinan persaudaraan dengan Gus Ipul erat terbangun pada era itu. "Gus Ipul dulu hampir setiap tiga kali seminggu mampir ke Kantor Muslimat NU di Jakarta hanya sekadar makan nasi bungkus bersama-sama," katanya, mengenang. Khofifah merasa jalinan persaudaraannya dengan Gus Ipul mulai berjarak selama kontestasi Pilkada Jatim 2018.
Dia bertekad untuk memperbaikinya agar kembali terjalin rasa persaudaraan yang erat seperti dulu lagi.
Sehari sebelumnya, pada Rabu malam, 27 Juni, Khofifah menyatakan dirinya yang berpasangan dengan Emil Elestianto Dardak telah terpilih sebagai pemenang di Pilkada Jatim 2018, mengacu pada hasil dari berbagai lembaga penghitungan cepat.
Dia mengucapkan salam hormat kepada Gus Ipul dan pasangannya Puti Guntur Soekarno, beserta segenap koalisi partai pengusung PDIP, PKB, PKS dan Gerindra, dengan menekankan bahwa kemenangan di Pilkda Jatim 2018 adalah milik seluruh masyarakat Jawa Timur.
Khofifah berharap momen Pilkada Jatim 2018 bisa menjadi mata rantai yang berkelanjutan untuk membawa masyarakat Jawa Timur yang lebih baik dan sejahtera.
Sembari menunggu hasil penghitungan resmi dari KPU Provinsi Jawa Timur, perempuan yang semasa kecilnya berjualan es lilin keliling kampung itu kini menatap untuk segera menempati kantor di Gedung Negara Grahadi Surabaya, sebagai Gubernur Jatim terpilih periode 2019-2024. (*)
Penjual Es Lilin itu Menapak Grahadi
Sabtu, 30 Juni 2018 0:34 WIB
'Wes Wayahe', begitu slogan berbahasa Jawa yang digemborgemborkan oleh pasangan Emil Elestianto Dardak itu selama masa kampanye Pilkada Jatim 2018