Pamekasan (Antaranews Jatim) - Aparat Kepolisian Resor Pamekasan, Jawa Timur, menangguhkan penahanan dua tersangka kasus bentrok massal antara Ormas Laskar Pembela Islam dan warga Desa Ponteh pada 19 Januari 2018.
"Penangguhan penahanan ini atas permintaah Panglima LPI, kuasa hukum, dan beberapa tokoh di Pamekasan," kata Kapolres Pamekasan AKBP Teguh Wibowo di Pamekasan, Jumat malam.
Kapolres menjelaskan, LPI Pamekasan menyadari tindakan yang dilakukan ormas itu melakukan penyisiran ke rumah warga di Desa Ponteh, Kecamatan Galis, Pamekasan sebagai bentuk perbuatan melawan hukum yang telah merugikan warga setempat.
Selain itu, pihak penjamin yang mengajukan penangguhan penahanan tersebut berjanji bahwa kedua tersangka kasus bentrok massal tersebut tidak akan kabur dan menghilangkan barang bukti.
"Atas dasar itulah, maka kami memenuhi permohonan penangguhan kedua anggota LPI Pamekasan," ujar kapolres.
Kendatipun penahanan tersangka kasus bentrok massal di Desa Ponteh, Kecamatan Galis, Pamekasan itu ditangguhkan, akan tetapi proses hukum para tersangka tetap berlanjut.
"Penangguhan kasus ini hanya pada penahanannya, namun kasusnya tetap berlanjut," ujar kapolres.
Kapolres membantah, penangguhan penahanan dua tersangka kasus bentrok massa itu karena tekanan.
Dua anggota Laskar Pembela Islam (LPI) Pamekasan yang ditangkap polisi dalam kasus bentrok massal antara ormas Islam dengan warga Desa Ponteh, Kecamatan Galis, Pamekasan masing-masing berinisial MH dan AH.
Keduanya ditangkap dirumahnya masing-masing. MH dijerat dengan Pasal 170 ayat 1 Subsider Pasal 351, sedangkan AH dijerat dengan Pasal 170 ayat 1 Subsider Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Kekerasan Terhadap Orang dan Barang dengan ancaman kurungan penjara 5 tahun 6 bulan.
Kasus bentrok massal akibat aksi penyisiran rumah warga yang diduga sebagai tempat prostitusi ilegal oleh LPI Pamekasan itu telah menyebabkan sebanyak 10 orang korban luka-luka dari kedua belah pihak.
Penyisiran rumah warga yang ditengai sebagai tempat prostitusi oleh LPI Pamekasan itu dilakukan, karena ormas Islam ini, menginginkan agar Pamekasan menjalankan syiriat Islam secara total.
Dalam pandangan LPI, Kabupaten Pamekasan telah menetapkan kebijakan politik sebagai kabupaten yang menerapkan syariat Islam, melalui program yang telah dicanangkan selama ini, yakni Gerakan Pembangunan Masyarakat Islami (Gerbang Salam).
Sebelumnya, Panglima Laskar Pembela Islam (LPI) Madura Abd Aziz Muhammad Syahid juga telah meminta maaf kepada masyarakat Pamekasan, atas tindakan penyisiran di Desa Ponteh yang dilakukan ormas Islam itu hingga menyebabkan terjadinya bentrok massal dengan warga setempat.
Aziz juga menyadari bahwa tindakan ormas Islam yang dipimpinannya merupakan bentuk pelanggaran hukum, karena Indonesia merupakan negara hukum, bukan negara Islam, sehingga semua bentuk perbuatan harus mengacu kepada ketentuan hukum yang berlaku.
"Kami meminta maaf kepala pihak kepolisian Polres Pamekasan, warga Pamekasan dan Madura pada umumnya, karena mungkin yang kami lakukan telah mengganggu kamtibmas," ujar Aziz di Mapolres Pamekasan, Jumat.
Ia menyatakan, kejadian bentrok di Desa Ponteh, Kecamatan Galis, Pamekasan itu, akan menjadi pelajaran bagi dirinya, agar kedepan bisa lebih komunikatif dengan aparat keamanan.
"Karena polisi adalah masyarakat dan masyarakat juga bagian dari polisi," ucap "Ra Aziz" sapaan karib Abd Aziz Muhammad Syahid itu.
"Kami juga siap mengikuti proses hukum yang telah ditetapkan oleh aparat kepolisian Polres Pamekasan, dan kedepan, kami akan selalu berkoordinasi dengan polisi," katanya, menambahkan. (*)