Blitar (Antara Jatim) - Sebanyak empat orang warga negara asing (WNA) telah dideportasi selama 2017 oleh Kantor Imigrasi Kelas II Blitar, Jawa Timur, karena mereka telah melakukan pelanggaran terhadap izin tinggal di Indonesia.
"Selama 2017, kami telah mendeportasi empat orang. Ada yang menggunakan identitas palsu, ada yang melebihi izin tinggal," kata Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Blitar I Nyoman Gede Surya Mataram di Blitar, Selasa.
Ia mengatakan, mereka antara lain Tchotcor Affi Valentin dari Pantai Gading, Andrea Bizzarri dari Italy, Mohd Juraimi dari Malaysia, Siti Nafisah dari Taiwan. Mereka juga telah dipulangkan ke asal daerahnya masing-masing.
Selain itu, juga terdapat seorang WNA yang masih diproses. Ia bernama Maung Thein atau yang akrab disapa Muhammad Syam. Ia asli warga Myanmar dan sudah menikah dengan seorang WNI asal Blitar di Malaysia, dan kini mereka dikaruniai empat orang anak.
Ia mengatakan, berkas Muhammad Syam masih diproses. Ia saat ini masih ditahan di ruang detensi Kantor Imigrasi Kelas II Blitar. Hingga kini belum ada keputusan termasuk untuk deportasi, sebab berkasnya belum ada keputusan.
Ia juga mengatakan, keberhasilan pemrosesan WNA yang bermasalah ini juga atas partisipasi aktif dari tim pemantau orang asing (Timpora) yang sudah dibentuk oleh Kantor Imigrasi Kelas II Blitar. Saat ini, sudah terdapat tiga timpora yang telah dibentuk di tingkat kabupaten dan kota, serta 44 timpora tingkat kecamatan. Mereka tersebar di seluruh wilayah Imigrasi Blitar, yaitu Kota Blitar, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Tulungagung.
Selain itu, ia menambahkan, selama 2017, mulai Januari sampai 15 Desember 2017 ada lebih dari 16 ribu paspor yang telah diterbitkan. Jumlah itu lebih sedikit ketimbang penerbitan pada 2016 yang mencapai lebih dari 27 ribu paspor.
Ia mengatakan, penurunan itu lebih dipengaruhi dari semakin banyaknya pendirian kantor imigrasi baru yang telah didirikan, misalnya di Kediri dan Ponorogo. Warga juga memilih lokasi yang lebih dekat untuk membuat paspor, misalnya warga Ponorogo lebih memilih membuat di daerahnya ketimbang harus di Blitar.
Surya juga mengatakan, selama 2017, Imigrasi Blitar telah mencatat ada sebanyak 122 paspor yang penerbitannya terpaksa ditunda. Paspor itu diduga digunakan untuk bekerja dan dimanfaatkan untuk TKI yang berangkat secara nonprosedural.
Selain itu, pada 2017 juga terdapat 117 penerbitan paspor yang masih ditunda. Hal itu dipengaruhi dari masih kurangnya kelengkapan dokumen. Jika segera dilengkapi dan dari hasil wawancara ternyata bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya, paspor akan diberikan pada pemohon.
"Untuk yang ditangguhkan itu misalnya karena paspor hilang. Penangguhan itu minimal enam bulan dan maksimal satu tahun," katanya.
Ia berharap, pada 2018 pemantauan warga negara asing akan lebih optimal. Untuk itu, ia sangat berharap partisipasi aktif dari masyarakat ikut mengawasi keberadaana orang asing, terutama di wilayah Imigrasi Blitar. (*)