Staf peneliti BBPP Saptini Mukti Rahajeng, menjelaskan benih jagung yang diteliti dan dikembangkan saat ini merupakan generasi ketiga dan keempat. "Hasil kajian kami sementara, tongkol yang dihasilkan lebih besar dan batangnya pun lebih banyak," katanya di Malang, Jawa Timur, Selasa malam.
Saptini Mukti Rahajeng yang akrab dipanggil Ajeng tersebut, lebih lanjut mengatakan jika dibandingkan dengan benih yang dikembangkan tanpa menggunakan bioteknologi, panjang tongkol rata-rata 16 sampai 20 centimeter, namun dengan bioteknologi bisa mencapai 25 centimeter.
Selain itu, lanjutnya, pengembangan benih jagung dengan menggunakan bioteknologi induksi mutan ini bisa mencapai ketinggian sekitar 2,7 meter, batang lebih banyak dan tongkol juga lebih banyak, bahkan bisa mencapai delapan tongkol.
Ia mengatakan induk jagung mutan yang dikembangkan ini tingginya tidak lebih dari 50 centimeter, namun bisa menghasilkan 2,7 meter dengan sistem bioteknologi. Namun, untuk produktivitas masih tergantung kondisi, artinya jika tangkai yang muncul banyak, tongkolnya pun juga banyak, tetapi hasil tongkolnya kecil-kecil.
"Produktivitas rata-rata ekitar 71 ton per hektare dengan jarak taman antara 75 kali 15 centimeter dengan masa taman kurang lebih empat bulan," ujarnya.
Untuk membahas lebih dalam terkait benih unggul jagung secara bioteknologi tersebut, BBPP Ketindan, Lawang, Kabupaten Malang, melakukan kajian karakterisasi mutan-mutan jagung pakan hasil induksi mutasi, dan menunjukkan bahwa mutan-mutant ersebut memiliki karakter hasil mutasi yang beragam, termasuk biji berwarna pink.
Hasil persilangan mutan dengan jagung lokal menghasilkan peningkatan kualitas tanaman indukan, termasuk individu tanaman dengan tinggi hingga 2,70 meter dan individu dengan batang bercabang hingga 4 yang masing-masing cabang mengeluarkan tongkol 1-2.
Kajian tersebut diwujudkan dalam Sarasehan selama tiga hari mulai 24 hingga 26 Oktober 2017, dengan tujuan upaya meningkatkan kompetensi dalam produksi benih unggul (pemuliaan tanaman) jagung, berbagi teknik dalam bidang pemuliaan tanaman jagung, mengidentifikasi masalah, hambatan.
Selain itu, membahas peluang di bidang perbenihan dan pemuliaan tanaman jagung, serta merumuskan rencana tindakan untuk menanganinya dan menginisiasi kerja sama kegiatan pengembangan benih unggul spesifik lokasi dan peningkatan kapasitas SDM Pertanian bidang Pemuliaan Tanaman antara Badan Litbang Pertanian dengan BPPSDMP.
Sarasehan tersebut diikuti oleh widyaiswara, dosen, dan peneliti serta praktisi/petani penangkar benih dan mengambil topik bahasan "Kebijakan dan Strategi Pemuliaan Sumberdaya Genetik Tanaman Pangan Indonesia dalam rangka Mendukung Swasembada Berkelanjutan".
Sementara itu Kepala BBPP Ketindan, Lawang, Djayadi Gunawan mengemukakan jagung termasuk salah satu target komoditas untuk swasembada pangan nasional selain padi, kedelai, bawang merah dan cabai. Pada tahun 2016 Indonesia mengimpor jagung kurang lebih 2,4 juta ton, namun pada tahun 2017 berhasil meraih swasembada jagung.
Benih unggul berpotensi menghasilkan produk pertanian berkualitas dengan kuantitas menjanjikan, dan hingga saat ini petani masih banyak bergantung pada pasar benih yang dikuasai oleh beberapa perusahaan asing. Ketergantungan petani terhadap perusahaan benih dapat menjadi salah satu faktor pembatas dalam peningkatan produksi dan swasembada berkelanjutan.
"Oleh karena itu diperlukan pengetahuan bagi petani penangkar benih atau petani pada umumnya untuk dapat mengembangkan benihnya menjadi benih unggul spesifik lokasi, yang akan memudahkan petani dalam pengelolaan sistem budidaya secara menyeluruh," tuturnya. (*)
Saptini Mukti Rahajeng yang akrab dipanggil Ajeng tersebut, lebih lanjut mengatakan jika dibandingkan dengan benih yang dikembangkan tanpa menggunakan bioteknologi, panjang tongkol rata-rata 16 sampai 20 centimeter, namun dengan bioteknologi bisa mencapai 25 centimeter.
Selain itu, lanjutnya, pengembangan benih jagung dengan menggunakan bioteknologi induksi mutan ini bisa mencapai ketinggian sekitar 2,7 meter, batang lebih banyak dan tongkol juga lebih banyak, bahkan bisa mencapai delapan tongkol.
Ia mengatakan induk jagung mutan yang dikembangkan ini tingginya tidak lebih dari 50 centimeter, namun bisa menghasilkan 2,7 meter dengan sistem bioteknologi. Namun, untuk produktivitas masih tergantung kondisi, artinya jika tangkai yang muncul banyak, tongkolnya pun juga banyak, tetapi hasil tongkolnya kecil-kecil.
"Produktivitas rata-rata ekitar 71 ton per hektare dengan jarak taman antara 75 kali 15 centimeter dengan masa taman kurang lebih empat bulan," ujarnya.
Untuk membahas lebih dalam terkait benih unggul jagung secara bioteknologi tersebut, BBPP Ketindan, Lawang, Kabupaten Malang, melakukan kajian karakterisasi mutan-mutan jagung pakan hasil induksi mutasi, dan menunjukkan bahwa mutan-mutant ersebut memiliki karakter hasil mutasi yang beragam, termasuk biji berwarna pink.
Hasil persilangan mutan dengan jagung lokal menghasilkan peningkatan kualitas tanaman indukan, termasuk individu tanaman dengan tinggi hingga 2,70 meter dan individu dengan batang bercabang hingga 4 yang masing-masing cabang mengeluarkan tongkol 1-2.
Kajian tersebut diwujudkan dalam Sarasehan selama tiga hari mulai 24 hingga 26 Oktober 2017, dengan tujuan upaya meningkatkan kompetensi dalam produksi benih unggul (pemuliaan tanaman) jagung, berbagi teknik dalam bidang pemuliaan tanaman jagung, mengidentifikasi masalah, hambatan.
Selain itu, membahas peluang di bidang perbenihan dan pemuliaan tanaman jagung, serta merumuskan rencana tindakan untuk menanganinya dan menginisiasi kerja sama kegiatan pengembangan benih unggul spesifik lokasi dan peningkatan kapasitas SDM Pertanian bidang Pemuliaan Tanaman antara Badan Litbang Pertanian dengan BPPSDMP.
Sarasehan tersebut diikuti oleh widyaiswara, dosen, dan peneliti serta praktisi/petani penangkar benih dan mengambil topik bahasan "Kebijakan dan Strategi Pemuliaan Sumberdaya Genetik Tanaman Pangan Indonesia dalam rangka Mendukung Swasembada Berkelanjutan".
Sementara itu Kepala BBPP Ketindan, Lawang, Djayadi Gunawan mengemukakan jagung termasuk salah satu target komoditas untuk swasembada pangan nasional selain padi, kedelai, bawang merah dan cabai. Pada tahun 2016 Indonesia mengimpor jagung kurang lebih 2,4 juta ton, namun pada tahun 2017 berhasil meraih swasembada jagung.
Benih unggul berpotensi menghasilkan produk pertanian berkualitas dengan kuantitas menjanjikan, dan hingga saat ini petani masih banyak bergantung pada pasar benih yang dikuasai oleh beberapa perusahaan asing. Ketergantungan petani terhadap perusahaan benih dapat menjadi salah satu faktor pembatas dalam peningkatan produksi dan swasembada berkelanjutan.
"Oleh karena itu diperlukan pengetahuan bagi petani penangkar benih atau petani pada umumnya untuk dapat mengembangkan benihnya menjadi benih unggul spesifik lokasi, yang akan memudahkan petani dalam pengelolaan sistem budidaya secara menyeluruh," tuturnya. (*)