"Awalnya kami berharap ada keberanian majelis hakim untuk memutuskan perkara ini karena kami menganggap selama ini seperti pengadilan opini," kata Penasihat Hukum Taat Pribadi, Muhammad Soleh, kepada sejumlah wartawan usai persidangan di PN Kraksaan Probolinggo, Selasa.
Dalam setahun terakhir ini, lanjut dia, Taat Pribadi dituduh melakukan penipuan menggandakan uang dan "otak" kasus pembunuhan pengikutnya, yakni Abdul Ghani dan Ismail Hidayah.
Ia menilai opini tersebut membuat hakim memutuskan perkara dengan tidak independen, sehingga hakim mau tidak mau harus memutus bahwa kliennya bersalah.
"Kami memahami posisi majelis hakim dan mereka khawatir dikira menerima uang kalau dijatuhkan vonis bebas karena awalnya jaksa menuntut hukuman seumur hidup. Nah, opini yang terbangun itulah yang membuat hakim tetap menjatuhi hukuman penjara pada Dimas Kanjeng," ujarnya.
Soleh berharap majelis hakim menjatuhkan vonis bebas karena kliennya tidak bersalah, sehingga ketika majelis hakim memutuskan vonis 18 tahun penjara, maka pihaknya akan mengajukan banding ke pengadilan tinggi.
"Hal ini untuk membuktikan bahwa klien saya tidak bersalah dalam kasus pembunuhan Abdul Ghani karena Taat Pribadi tidak ada kaitannya dengan pembunuhan itu," katanya.
Ia menjelaskan pembunuhan itu sudah diakui oleh empat orang saksi dan mereka mengakui telah melakukan pembunuhuan tanpa ada perintah dari Taat Pribadi, bahkan tidak ada saksi satupun yang mengaku disuruh atau difasilitasi kliennya untuk melakukan pembunuhan.
"Fakta di persidangan, tidak ada petunjuk bahwa Dimas Kanjeng ada di lokasi, bahkan klien saya berada di Surabaya saat terjadi pembunuhan. Semestinya hakim memiliki keberanian untuk membebaskan Dimas Kanjeng," ujarnya.
Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang menjadi terdakwa kasus pembunuhan pengikutnya Abdul Ghani divonis 18 tahun penjara oleh majelis hakim yang dipimpin Basuki Wiyono di Pengadilan Negeri Kraksaan.
Vonis majelis hakim tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum sebelumnya yakni hukuman penjara seumur hidup, sehingga mendengar hal tersebut jaksa penuntut umum (JPU) berencana menempuh banding.
"Kami menuntut terdakwa seumur hidup, sehingga jaksa akan banding," kata JPU Usman, usai persidangan.
Dimas Kanjeng Taat Pribadi terjerat dua kasus hukum, yakni pembunuhan dan penipuan berkedok penggandaan uang. Kasus pembunuhan menimpa dua pengikutnya, Abdul Ghani dan Ismail Hidayah yang dibunuh karena dinilai akan membongkar praktik penipuan yang dijalankannya. (*)