Kediri (Antara Jatim) - Pemerhati budaya I Wayan Dibia menyebut seharusnya cerita Panji bisa masuk ke intra kurikuler sekolah ketimbang ekstra kurikuler, dengan harapan anak-ana lebih paham tentang budayanya.
"Kalau saya justru masuk intra kurikuler. Bacaan itu harus masuk, kan kabupaten punya hak otonomi," katanya dalam acara seminar nasional budaya Panji di Auditorium Simpang Lima Gumul (SLG) Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Senin.
Ia mengatakan, cerita Panji merupakan bagian dari sejarah Indonesia. Namun, ia menyebut naskah cerita Panji bisa dimasukkan dengan catatan jika pemetaannya sudah se-iya se-kata denga masyarakat luas. Dengan itu, cerita Panji bisa masuk.
Untuk saat ini, ia menyebut beragam gerakan untuk mendukung kebudayaan cerita Panji sudah mulai ada. Namun, gerakan itu masih terbatas dan belum kuat. Gerakan masih seperti ego sektoral dimana hanya sekelompok saja yang bergerak. Padahal, untuk berhasil menjadi gerakan yang kuat, harus saling sinergi.
"Kebiasaan di Indonesia, siapa yang tertarik itu saja yang bergerak. Jika gerakan kecil itu didukung pemerintah daerah dan didukung yang lain, ini jadi gerakan yang besar, apalagi kalau bisa artikulasikan," katanya.
Cerita Panji, kata dia, merupakan sebuah karya sastra monumental Indonesia. Dengan itu, sudah tidak ada alasan bagi pemerintah Indonesia yang notabene ingin memperkuat budayanya menolak peninggalan cerita Panji ini. Hal itu juga sesuai dengan yang diungkapkan oleh pengamat budaya Wardiman Djojonegoro.
Mantan Ketua Sekolah Tinggi Seni Indonesia ini pun menambahkan, sebenarnya saat ini yang paling utama adalah menyalurkan keinginan agar menjadi gerakan yang lebih formal dalam arti didukung pemerintah daerah yang melibatkan seniman dan budayawan, sehingga dengan itu menjadi gerakan yang besar.
Ia juga mendukung adanya kegiatan festival panji nasional yang digelar di Kabupaten Kediri ini. Terlebih lagi, jika ke depannya Pemkab Kediri mau menjadikan ini sebagai megaproyek yang juga didukung para seniman, mapun para guru.
"Jika hanya sektoral tidak akan bisa mencapai satu tujuan yang begitu luasnya. Tapi, jika ada sinergi saya kira pemerintah pasti akan merespon. Persoalan suara-suara kecil dari sini, dari sana, tapi jika itu sudah dibuat apalagi Pemkab Kediri mau menjadikan ini megaproyek dengan didukung seniman, budayawan, guru," katanya.
Guru Besar ISI Denpasar tersebut juga mengatakan, cerita Panji juga bukan hanya milik Kabupaten Kediri. Cerita Panji di kalangan masyarakat Bali lebih dikenal dengan Malat, yang merupakan salah satu sumber lakon terpenting dalam seni pertunjukan di Bali.
Cerita ini, kata dia, merupakan sumber lakon terbesar ketiga dalam seni pertunjukan Bali setelah epos Mahabharata dan Calonarang. Lebih dari itu, para seniman di Bali juga telah lama menggunakan cerita Panji sebagai sumber inspirasi untuk melahirkan karya-karya seni ciptaan baru.
Dengan tokoh sentralnya Raden Panji Inukertapati, cerita Panji berkisah tentang dinamika dan romantika perjalanan putra maupun putri raja dari empat kerajaan bersaudara di Jawa, yaitu Kahuripan, Daha, Gegelang dan Singasari. Pertemuan, perpisahan, penyamaran, penculikan, serta pertemupuran di antara mereka menjadi daya tarik dari kisah tersebut.
Namun, jika disimak lebih lanjut, cerita Panji banyak berkisah tentang hal yang cukup relevan dengan kehidupan masyarakat di zaman modern seperti nilai-nilai kejujuran, kesetiaan, kesucian, keberanian, dan sebagainya. Dengan itu, intinya di balik nuansa feodalnya, cerita Panji menyajikan nilai spiritual, sosial, dan kultural yang masih sangat relevan dengan kehidupan masyarakat zaman sekarang.
Dalam seminar tersebut, selain dihadiri oleh I Wayan Dibia, juga pengamat budaya Wardiman Djojonegoro. Acara tersebut juga dihadiri Wakil BUpati Kediri Masykuri, sejumlah kepala satuan kerja, budayawan, maupun para pelajar di Kabupaten Kediri. (*)