Banyuwangi (Antara) - Sejumlah atraksi wisata budaya digelar di Banyuwangi selama libur Lebaran. Di antaranya adalah tradisi Barong Ider Bumi yang warga Desa Kemiren yang merupakan salah satu basis Suku Using, masyarakat asli Banyuwangi. Tradisi yang digelar untuk mengusir bencana (bala) dari desa ini dihadiri Menteri Pariwisata Arief Yahya dan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Senin (26/6). Pembukaan acara ditandai dengan penarikan ketupat luar berisi beras kuning.
Bupati Anas mengatakan, tradisi ini adalah budaya yang hidup di masyarakat yang terus dilestarikan setiap tahunnya. Tradisi yang tumbuh dari masyarakat ini kemudian diperkenalkan kepada masyarakat luas dalam balutan pariwisata melalui rangkaian Banyuwangi Festival.
"Salah satu ciri Banyuwangi Festival sebagai sarana promosi wisata Banyuwangi adalah berakar pada budaya setempat. Saat daerah lain membawa tema global ke tingkat lokal, Banyuwangi justru sangat bangga memperkenalkan budaya lokal ke tingkat global. Kami ingin masyarakat luas tahu berapa agungnya tradisi lokal ini," kata Anas saat membuka acara tersebut.
Menurut Anas, Desa Kemiren adalah salah satu desa di Banyuwangi yang pengembangan budayanya tumbuh luar biasa. Di desa ini sudah tumbuh homestay dan sejumlah tempat kuliner yang dipadukan dengan aktivitas sanggar seni. "Aktivitas mendukung pariwisata sudah mulai tumbuh. Masyarakat Kemiren sudah siap menyambut wisatawan di sini," kata Anas.
Menpar Arief Yahya mengapresiasi konsistensi Banyuwangi mengangkat tradisi budayanya menjadi sebuah atraksi wisata. Apa yang dilakukan masyarakat Desa Kemiren dengan mengangkat tradisinya sebagai atraksi budaya ini sudah tepat untuk pengembangan pariwisata, karena wisatawan yang datang ke Indonesia, 60 persennya tertarik dengan budaya.
Dalam kesempatan itu, Arief juga menyerahkan bantuan barong dan seperangkat gamelan untuk warga Desa Kemiren. "Bantuan barong tadi saya serahkan ke BUMDes, karena memang desa ini basisnya budaya. Budaya harus dilestarikan bila memang akan dikembangkan menjadi atraksi. Budaya harus dilestarikan karena akan menyejahterakan," jelas Arief.
Arief dan Anas pun diajak warga mengelilingi desa sambil menaiki kuda. Tentu saja juga ada barong yang ikut berkeliling desa, yang memang diyakini bisa mengusir bencana. Saat berada di sisi barat perbatasan desa, mereka bersama warga turut berebut pisang sebagai tanda keberkahan. Selanjutnya mereka naik kuda, kembali menuju timur batas desa untuk melakukan kenduri masal sebagai penutup tradisi tersebut. Menu kendurinya pun khas masyarakat Using, yakni pecel pitik.
Tradisi tersebu menarik perhatian sejumlah wisatawan asing yang sedang berlibur di Banyuwangi. Salah satunya Jannemarie de jonge asal Belanda. Janne yang datang bersama kedua anaknya mengaku sangat menikmati tradisi ini. Dia bergembira berjalan kaki sepanjang 3 km memutari desa.
"Sangat menarik, ini pengalaman baru bagi saya. Meski di negara saya banyak karnaval, tapi yang menarik dan setradisional ini tidak ada di negara kami," tutur Janne.
Wisatawan dari Amerika Serikat, Rachel, juga tampak larut dalam tradisi ini. Dia berkeliling desa dengan gembira. "Awesome. Saya sangat menikmati jalan bersama warga walau cukup jauh. Ini budaya yang unik. Saya lihat tadi banyak anak muda terlibat. Berarti tradisi ini benar-benar dilestarikan. Orang di sini juga ramah dan menyenangkan," ujar Rachel yang datang bersama suami dan kawannya untuk berwisata selama sepekan di Banyuwangi.(*)