Madiun (Antara Jatim) - Seluruh pejabat daerah di Kota Madiun yang tergabung dalam Forkopimda Kota Madiun serta Aparatur Sipil Negara (ASN) setempat sepakat untuk menolak tidak pidana korupsi gratifikasi yang rawan terjadi mengikuti jabatan yang diembannya.
Hal itu ditegaskan dalam kegiatan Rapat Koordinasi Pejabat Pemerintah Daerah Kota Madiun di Kantor Diklat Kota Madiun, Selasa (25/4) dengan menghadirkan narasumber utama Direktur Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono.
Wakil Wali Kota Madiun Sugeng Rismiyanto dalam sambutannya mengatakan rapat koordinasi tersebut dilaksanakan berkaitan dengan adanya surat edaran yang dilayangkan oleh KPK terkait pemberantasan tindak pidana korupsi di Kota Madiun.
"Pemerintah Kota Madiun bersepakat akan melaksanakan visi dan misi Pemkot Madiun dengan transparan dan akuntabel. Paparan dari Direkur Gratifikasi KPK ini sangat bermanfaat bagi pejabat di tanah air, terlebih di Kota Madiun," ujar Sugeng Rismiyanto.
Lebih lanjut, Sugeng meminta ASN di Pemkot Madiun harus mengetahui tindakan yang mengandung gratifikasi agar tidak tersandung masalah dalam melaksanakan pekerjaan sebagai abdi negara.
Sementara, Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono meminta para pejabat daerah jangan meremehkan soal gratifikasi atau sejenisnya karena hal itu bisa masuk dalam ranah tindak pidana korupsi.
"Jangan meremehkan soal gratifikasi. Menurut pasal 12b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, gratifikasi termasuk korupsi yang ancamannya minimal penjara empat tahun. Mau tahu ancaman maksimalnya, seumur hidup," tutur Giri Suprapdiono.
Menurut dia, gratifikasi adalah sesuatu yang tidak diminta oleh penerima, tapi terkait dengan jabatannya maka menerimanya. Hal itu karena pada dasarnya setiap orang memiliki nilai.
Menurut dia, pejabat baik di pemerintah pusat maupun daerah sangat rawan dengan praktik gratifikasi. Biasanya disebabkan karena tidak tahu. Selain itu, sesuatu yang diberikan, tanpa mempengaruhi keputusan, dan terkait jabatan tapi tidak dilaporkan dalam 30 hari kerja, juga termasuk dalam pidana gratifikasi.
Hal itu semua telah diatur dalam pasal tentang gratifikasi menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Bahwa gratifikasi tidak harus mempengaruhi soal keputusan.
"Kalau mempengaruhi keputusan, itu namanya suap. Kalau tidak minta, namanya gratifikasi, kalau minta namanya suap," tegas pria kelahiran Ponorogo tersebut.
Lebih jauh Giri juga memberikan strategi dalam menghindari tidak pidana korupsi dan gratifikasi. Yakni, hendaknya pejabat tidak menerima dan memberi apapun yang tidak sesuai dengan prosedur.
"Sekali lagi, biasanya suap terjadi karena adanya kesepakatan bersama, pemerasan terjadi karena salah satu pihak dalam tekanan, sedang gratifikasi terjadi karena pemberian hadiah yang berkaitan dengan jabatan atau kewenangan. Pejabat harus menghindari itu," kata dia.
Ia menambahkan ada beberapa jenis gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan kepada KPK. Di antaranya jika pemberian disebabkan karena adanya hubungan keluarga dan tidak memiliki konflik kepentingan; penerimaan dalam penyelenggaraan pernikahan, kelahiran, aqiqah, baptis, khitanan, dan potong gigi, atau upacara adat/agama; serta pemberian yang terkait dengan musibah bencana.
Giri menegaskan, untuk memberantas korupsi, perlu dilakukan berbagai upaya secara menyeluruh, mulai dari pencegahan sampai penindakan, pendidikan dan peran serta masyarakat, kelengkapan dan kecukupan hukum, serta komitmen politik dan pimpinan. Baik kepala negara maupun daerah.
Adapun, hadir dalam kegiatan tersebut, Forkopimda Kota Madiun, Sekda Kota Madiun, Kepala OPD Kota Madiun, Camat se-Kota Madiun, Kapolsek jajaran Polres Madiun Kota, Lurah se-Kota Madiun, kepala sekolah SDN dan SMPN se-Kota Madiun beserta komite sekolahnya, asosiasi pengusaha se-kota Madiun, LSM, dan insan pers di Kota Madiun. (*)