Seniman dan Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) PCNU Kota Surabaya
berziarah ke makam Seniman Luduruk, Cak Durasim, di Tempat Pemakaman
Umum Tembok, Kota Surabaya, Jumat.
"Kegiatan ini kami lakukan dalam rangka peringatan hari lahir ke-55
Lesbumi. Sebagai lembaga di bidang seni dan budaya, kami ingin memberi
penghormatan kepada Cak Durasim sebagai peletak dasar kesenian
tradisional di kota ini," kata Ketua Lesbumi PCNU Kota Surabaya M Hasyim Asy`ari.
Lebih dari satu jam para peziarah itu sambang ke makam pemrakarsa
perkumpulan Ludruk Surabaya itu. Mereka membersihkan pusara, menaburkan
bunga, membacakan yasin dan tahlil serta memanjatkan doa untuk tokoh
seni Ludruk kelahiran Jombang tersebut.
Hasyim menjelaskan, kemajuan kesenian di Surabaya, terutama seni
Ludruk tak lepas dari sosok Cak Durasim. Karena itu, Lesbumi sebagai
wadah seniman dan budayawan mengaktualisasikan diri merasa perlu untuk
melakukan penghormatan kepada almarhum.
Selain sebagai bentuk penghormatan, lanjut dia, kegiatan ziarah itu
juga untuk mengingatkan kembali warga Surabaya atas jasa dan perjuangan
Cak Durasim selama hidup. Sebab, tak sedikit masyarakat Surabaya yang
tahu keberadaan makam sekaligus perjuangan Cak Durasim semasa hidup.
"Selama ini, orang mungkin hanya mendengar namanya saja. Sebab, Cak
Durasim sering dijadikan nama festival atau juga sebuah gedung
pertunjungan. Tetapi, dari mana beliau, bagaimana sepak terjangnya,
hingga di mana makamnya, kadang orang tidak tahu. Itu kenapa Lesbumi
berziarah hari ini," kata alummus Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya ini.
Lebih dari itu, kata dia, Cak Durasim adalah teladan bagi para
seniman dan budayawan di Lesbumi. Ini tak lain karena pribadi Cak
Durasim yang begitu istimewa. Sebab, selain seorang seniman, dia juga
nasionalis sejati.
Cak Durasim tidak hanya istiqomah melestarikan kesenian, tradisi
dan budaya bangsanya, tetapi juga gigih mempertahankan tanah airnya.
"Nilai-nilai itu tergambar betul dari setiap pertunjukan seni
Ludruk yang dia mainkan. Salah satu yang monumental adalah kidungan Cak
Durasim berbunyi "Pagupon Omahe Doro, Melok Nipon Tambah Sengsoro".
Kritik ini disampaikan untuk menggambarkan betapa sengsaranya rakyat Surabaya kala penjajahan Jepang," kata Hasyim.
Gara-gara kritik tersebut, Cak Durasim diseret ke dalam penjara
oleh tentara Jepang. Berdasarkan catatan sejarah, di dalam penjara itu
pula Cak Durasim mengalami penyiksaan oleh tentara Jepang, hingga
kemudian meninggal dunia setahun setelahnya.
Itu sebabnya, bagi Lesbumi, Cak Durasim bukan hanya tokoh penting
bagi kelestarian kesenian tradisional di Jawa Timur. Tetapi, dia juga
menjadi bagian tak terpisahkan bagi perjuangan rakyat Surabaya kala
melawan penjajah Jepang puluhan tahun silam.
"Pesan ini pula yang ingin kami disampaikan kepada masyarakat," katanya.
Hasyim berharap dengan meneladani sosok Cak Durasim, warga
Surabaya tidak melupakan seni, tradisi dan budaya yang pernah ada di
Kota Pahlawan ini. Sebab, saat ini, kesenian-kesenian tradisional mulai
terkikis oleh serbuan budaya asing yang masuk.
Sementara itu, Seniman Ludruk Surabaya Cak Lupus menyambut gembira
kegiatan ziarah Makam Cak Durasim tersebut. Sebab, bukan hanya misi
spiritual saja yang bisa disampaikan, tetapi juga semangat nasionalisme
dan pelestarian seni dan budaya tradisional.
"Ini penting agar generasi kita paham sejarah. Sekaligus juga bisa
meneladani tokoh-tokoh penting dan inspiratif seperti Cak Durasim,"
katanya.
Cak Lupus menyampaikan, kesenian ludruk yang dipopulerkan Cak
Durasim sejatinya berasal dari pesantren. Kala itu masih bernama Lerok
yang lazim dimainkan oleh para santri. Kesenian itu lantas berkembang ke
tengah masyarakat tradisional menjadi seni Besut. Setelah itu
berkembang menjadi Ludruk.(*)