Trenggalek (Antara Jatim) - Pemerintah Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur mengakui kesulitan
mengontrol peredaran daging konsumsi di wilayah tersebut karena belum memiliki satupun rumah potong hewan.
"Dulu pada 2016 sempat diusulkan dengan proyeksi pembangunan di wilayah Kecamatan Karangan. Namun realisasinya terkendala lokasi karena lahan aset bermasalah sehingga pembangunan batal atau tertunda hingga sekarang," kata Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Trenggalek Budi Satriawandi Trenggalek, Senin.
Konsekuensi tiadanya RPH tersebut, lanjut Budi, pengawasan atas proses penyembelihan sapi tidak bisa dilakukan.
Demikian juga halnya dengan peredaran daging sapi maupun kambing yang diperjualbelikan di pasaran, karena jagal melakukan pemotongan sendiri atau di tempat pemotongan hewan yang mungkin belum memiliki standar Amdal (analisa mengenai dampak lingkungan) dan higienitas kesehatan hewan yang memadai.
"Sementara ini kami melakukan langkah minimalis dengan menugaskan beberapa tenaga dokter hewan untuk membina sekaligus mengawasi proses penyembelihan ternak/hewan di enam TPH yang telah memiliki perlengkapan dan sistem pengolahan limbah mendekati standar baku sebagaimana RPH,"
katanya.
Namun diakui, keberadaan enam TPH tidak bisa optimal karena tidak ada regulasi yang mengharuskan penyembelihan hewan (sapi, kerbau maupun kambing) dilakukan di TPH.
Imbasnya, pemotongan hewan bisa dilakukan oleh pedagang atau peternak secara langsung dengan menyewa jasa penjagal, lalu daging dijual ke pasar ataupun pedagang daging.
"Hal-hal seperti itu yang membuat terkadang pengawasan peredaran daging di Trenggalek sejauh ini masih sulit dan belum bisa optimal," ujarnya.
Budi menjelaskan, beberapa prosedur yang harus dipenuhi dalam penyembelihan ternak/hewan antara lain seperti melihat kondisi kesehatan hewan, asal hewan setelah dipotong, hingga kelainan pada daging hewan
tersebut.
Analisa kondisi kesehatan dan potensi penyakit yang ditemukan lalu dievaluasi mengenai potensi penularan pada manusia yang mengkonsumsinya.
"Kendati sudah tidak diberi izin, namun tidak ada cara lain selain melakukannya di tempat tersebut namun masih dalam pengawasan," tutur Budi.
Senada, Kepala UPTD Puskeswan Ngadirenggo Sigid Agus Windarto mengatakan setelah upaya pembuatan RPH di wilayah Kecamatan Karangan gagal, Dinas Peternakan Trenggalek saat itu (kini di bawah Dinas
Pertanian dan Pangan) terus melakukan pencarian lokasi lainnya.
Informasi terbaru, rencana pembangunan RPH kembali dilanjutkan dengan proyeksi pembangunan di tanah aset daerah di wilayah Desa Gandusari, Kecamatan Gandusari.
Diharapkan, untuk tahun ini proses pengusulan pembangunan RPH tersebut berjalan lancar, segera dilakukan.
"Lokasi di Gandusari itu sangatlah tepat, sebab selain halamannya yang luas juga di berdekatan dengan Puskeswan, semoga saja pengajuannya berjalan lancar," ucapnya.
Ia berharap dengan dibangunnya RPH tersebut, praktis seluruh jagal bakal melakukan pemotongan di RPH yang tersedia, sehingga dispertan lebih mudah melakukan pengamatan, dan pengecekan kelayakan daging yang di jual di pasaran.(*)