Rencana kegiatan menanam mangrove awalnya bukan tawaran yang menarik bagi rombongan wisatawan asal Trenggalek yang hari itu (Kamis, 24/11) sengaja berkunjung ke objek wisata "Clungup Mangrove Conservation" di Teluk Sendang Biru, Malang Selatan, Jawa Timur.
Namun, setelah dengan sedikit memaksa turun dan akhirnya "nyemplung" ke rawa pesisir Pantai Clungup yang telah dihijaukan oleh aneka jenis tanaman mangrove atau bakau itu, sensasinya mulai terasa.
Apalagi kegiatan wisata edukasi yang oleh pengelola, kelompok pecinta lingkungan Bakti Alam Sendang Biru (BASB), itu dilakukan beramai-ramai.
Senda-gurau beriring menapaki lumpur yang menyimpan "ranjau-ranjau" pecahan cangkang kerang atau kepiting yang rentan menggores dan menancap kulit kaki telanjang pengunjung, membuat perjalanan sulit itu terasa menyenangkan.
Cukup jauh perjalanan yang ditempuh. Dari semula dikira hanya mengambil titik zona rawa terdekat, ternyata dua pemandu wisata dari BASB membawa rombongan wisatawan menuju lebih ke tengah.
Jaraknya kurang lebih 600 meter dari titik tepi rawa, namun dengan rute sedikit memutar karena harus menghindari rumpun-rumpun mangrove yang sebagian beranjak dewasa.
"Lokasi edukasi menanam mangrove memang kami arahkan di zona yang masih kosong atau vegetasinya rendah supaya tujuan konservasi tercapai," kata Lia Putri, pemandu wisata kawasan Clungup Mangrove Conservation (CMC), sekaligus pengurus BASB.
Tidak banyak yang ditanam pada pagi menjelang siang hari itu. Dari peserta rombongan yang berjumlah 24 orang, masing-masing diberi bibit mangrove dengan tinggi sekitar 25-40 centimeter.
Masing-masing kemudian diajak untuk menanam di titik-titik lokasi penanaman yang telah diarahdan tentukan oleh pihak pengelola CMC.
"Tidak harus banyak sekaligus. Menanam sedikit demi sedikit dengan melibatkan pengunjung, kami ingin mengajak masyarakat untuk 'berinvestasi' kehidupan bagi masa depan," kata Ketua Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru Saptoyo.
Saat ini, kata Saptoyo maupun Lia Putri, luas kawasan konservasi mangrove di pesisir Pantai Clungup telah mencapai 81 hektare dari total luas sebelumnya yang mencapai 120 hektare lebih.
Menurut Saptoyo, vegetasi mangrove yang dulunya sangat baik mulai rusak parah pada saat keruntuhan rezim orde baru sekitar 1997-1998.
Saptoyo yang asli setempat, Desa Sitiarjo Kecamatan Sumbermanjing, Kabupaten Malang kemudian berinisiatif melakukan konservasi secara swadaya hingga sekarang.
"Perlahan dengan kekuatan modal yang terkumpul dari hasil pengelolaan wisata dan penjualan bibit mangrove yang ditanam pengunjung, kami mulai membebaskan lahan yang telah dikelola dan dialihfungsi oleh penduduk untuk kegiatan pertanian. Kami tanam mangrove lagi sehingga luasan hutan mangrove kembali seperti sedia kala," tutur Saptoyo.
Usai menanam mangrove, perjalanan darat dengan jalan kaki menyusuri kawasan CMC dilanjutkan menuju Pantai Clungup yang memiliki bentuk unik menyerupai lidah karena menjorok ke darat saat pasang.
Puas bersantai menikmati pemandangan Pantai Clungup yang saat itu sudah mulai terik, pemandu mengajak rombongan wisatawan menuju Pantai Gatra yang menyediakan wisata kano.
Di Pantai Gatra tidak lama, sekedar melepas lelah sambil menunggu beberapa rekan bermain kano di pantai selat Pulau Sempu yang tenang, terakhir perjalanan dilanjutkan ke Pantai Tiga Warna dengan wahana wisata "snorkling".
"Perjalanan jauh dan melelahkan menjadi tidak terasa karena wahana yang dikunjungi memang menarik dan dikemas sangat alami, jadi seperti berpetualang menyusuri pesisir Pantai Sendang Biru," ucap salah seorang peserta rombongan Heru Dwi, aktivis Asosiasi Desa Wisata Kabupaten Trenggalek.
Di kawasan CMC, sebenarnya ada 11 destinasi wisata pantai yang memiliki keindahan panorama berbeda. Namun, waktu yang sudah beranjak sore, sementara perjalanan kembali ke rumah singgah (home stay) dengan jalan kaki membutuhkan waktu sekitar sejam, rombongan memutuskan untuk pulang.
"Kami tawarkan jika memang mau dikunjungi semua, ya di setiap titik tidak bisa istirahat lama supaya semua bisa dicapai. Jika tidak, harus ditentukan prioritas yang diinginkan dari paket wisata yang kami tawarkan," ujar Lia Putri, pemandu wisata CMC.
Akses Menuju CMC
Berada di pesisir selatan Pulau Jawa dan terletak di tepi Samudera Indonesia, secara administratif Clungup Mangrove Conservation berada di Desa Sitiarjo Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Untuk mencapai kawasan ini yang berjarak sekitar 70 kilometer dari pusat Kota Malang itu, membutuhkan waktu kurang lebih 1,5 jam menggunakan kendaraan roda dua atau lebih.
Pantai Clungup dan pantai-pantai lain di sekitarnya, berada cukup jauh ke dalam dari jalan utama menuju Tempat Pelelangan Ikan Sendangbiru. Lokasinya tersembunyi dari keramaian tidak layaknya seperti kondisi pantai-pantai lain yang tersebar di sepanjang garis pantai Sendangbiru.
Sebagaimana resensi yang disediakan pengelola, Clungup Mangrove Conservation (CMC) merupakan area konservasi untuk beberapa jenis flora dan fauna endemik, terutama jenis tanaman mangrove, terumbu karang serta penyu laut.
Ada delapan pantai yang ada di dalam kawasan CMC, yakni Pantai Clungup, Gatra, Asmoro, Bangsong, Sapana, Mini, Batu Pecah, Bukit Wareng dan Pantai Tiga Warna.
Beberapa objek wisata itu bisa dikunjungi langsung setelah membayar tiket masuk per objek seharga Rp10 ribu per orang dan retribusi parkir sepeda motor Rp3 ribu dan mobil Rp5.000.
Namun, tak semua bisa dikunjungi secara leluasa. Beberepa objek seperti Pantai Tiga Warna yang menjadi pusat konservasi terumbu karang diberlakukan pembatasan per rombongan pengunjung maksimal dua jam, itupun untuk bisa ke sana harus memesan terlebih dulu ke pengelola CMC yang berada di bawah naungan Yayasan Bakti Alam Sendang Biru.
Pihak CMC untuk kepentingan edukasi konservasi menyediakan paket wisata khusus dengan akses ke semua objek wisata dengan cara melakukan reservasi terlebih dulu dengan harga hanya Rp100 ribu per kelompok dengan jumlah maksimal 10 orang.
Pihak BASB atau CMC sepertinya memang tidak terlalu mengkomersilkan wahana wisata di daerah tersebut, kecuali lebih ditujukan sebagai media pendidikan dan kampanye konservasi kepada masyarakat.
Kendati begitu, menurut Ketua BASB Saptoyo pemasukan dari pengelolaan wisata khsusu di CMC setiap tahun bisa mencapai Rp400 juta hingga Rp500 juta, sementara bagi hasil yang mereka setor ke Perum Perhutani selaku otoritas resmi pemangkuan hutan negara rata-rata sebesar Rp20 juta per bulan.
Pengelolaan Wisata
Untuk berwisata ke kawasan Clungup Mangrove Conservation tidak asal datang dan bekunjung ke sejumlah destinasi yang ada. Sebab, pengelola dalam hal ini BASB, menetapkan sistem dan aturan ketat bagi kunjungan wisatawan demi menjaga ekosistem setempat dan kepentingan konservasi.
Di antaranya, konservasi hutan mangrove di pesisir Pantai Clungup, terumbu karang di Pantai Tiga Warna dan perkembangbiakan penyu di beberapa titik pantai yang semuanya berada di dalam kawasan CMC.
Untuk bisa berkunjung ke dalam kawasan hutan lindung di pesisir selatan Kabupaten Malang ini, wisatawan harus reservasi atau memesan dulu ke pihak pengelola CMC, yakni Yayasan Bakti Alam Sendang Biru yang semua anggotanya merupakan warga dan nelayan setempat.
Tanpa reservasi, jangan harap bisa menikmati keindahan panorama wahana alam tersebut secara utuh, kecuali beberapa pantai yang memang bukan zona konservasi seperti Pantai Clungup dan Gatra.
Akses masuk ke kawasan CMC yang hanya satu pintu membuat kontrol atas pengunjung bisa dilakukan pengelola secara efektif.
Ada satu pos utama untuk pemeriksaan barang wisatawan serta beberapa pos pantau yang digunakan pengurus dan penjaga pantai mengawasi aktivitas pengunjung, terutama saat berada di area konservasi seperti di Pantai Tiga Warna tempat pelestarian terumbu karang.
Di pos pintu masuk utama kami berlakukan aturan pendataan potensi sampah yang dibawa pengunjung. "Artinya, barang yang berpotensi sampah yang dibawa pengunjung harus dibawa lagi saat kembali melewati pos pintu masuk utama tadi," terang Saptoyo.
Jika ada yang jumlah sampahnya kurang, lanjut dia, pengunjung dipersilahkan kembali mencari sampah yang tertinggal atau dikenai denda sebesar Rp100 ribu per item.
"Semangatnya adalah supaya pengunjung ikut serta menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan di dalam kawasan CMC," ujarnya.
Aksi heroik para pemandu dan penjaga pantai dalam menjaga kelestarian lingkungan juga terlihat saat pengunjung yang melakukan aktivitas snorkling menapak terlalu rendah ke dasar pantai tempat terumbu karang tumbuh dan berkembang biak.
"Semua aturan kami berlakukan ketat dengan menempatkan petugas dari warga dan nelayan sekitar," ucap Saptoyo.
Beberapa pengunjung dari Trenggalek yang mayoritas merupakan anggota Pokmaswas Kejung Samudera dan LMDH Karanggandu dan Prigi berharap, pola dan sistem pengelolaan objek wisata CMC bisa diadopsi dan terapkan di kawasan wanawisata mangrove di Pantai Cengkrong maupun Damas, Trenggalek.
"Kami memang ingin belajar konservasi sekaligus pengelolaannya agar semangat pelestarian mangrove dan pengembangan wisatanya berjalan seiring di Pantai Cengkrong," kata peserta wisata Imam Safiudin, pengurus Pokmaswas Kejung Samudrea.(*)