Trenggalek (Antara Jatim) - Sejumlah pelaku wisata dari unsur kelompok masyarakat pengawas (pokmaswas) dan lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) pengelola ekowisata Cengkrong-Damas, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur menggelar studi banding pengelolaan wisata konservasi di Malang selatan, 23-24 November.
Koordinator kegiatan dari PT Pandu Alam Heru Dwi Susanto, Kamis mengatakan, studi banding wisata konservasi mangrove di Clungup bertujuan untuk menguatkan konsep dan visi pengelolaan ekowisata hutan mangrove yang berbasis konservasi.
"Intinya kami bersama seluruh pelaku wisata di Cengkrong-Damas ingin belajar manajemen pengelolaan wisata edukasi yang bersifat khusus dan ada pembatasan volume kunjungan. Bukan 'mass tourism' atau wisata masal," katanya.
Selain melibatkan anggota pokmaswas dan LMDH di Desa Karanggandu serta Prigi, peserta dari Pemdes maupun unsur Muspoka Watulimo dan KPH Perhutani Kediri Selatan juga turut serta mengikuti rangkaian kegiatan studi wisata.
"Semua stakeholder yang terkait dengan ekowisata mangrove di Cengkrong kami libatkan, supaya bisa belajar bersama dan mengadopsi ilmu yang sama pula untuk coba diterapkan bersama serta saling sinergi di Cengkrong," ujarnya.
Koresponden Antara yang mengikuti rangkaian acara hingga selesai melihat manajemen pengelolaan wisata di Clungup Mangrove Conservation tertata sistematis baik meski konsep wahana alam yang ditawarkan ke pengunjung semua serba sederhana.
"Dasar dan semangat kami di awal adalah ihlas dulu. Ihlas untuk mengabdi pada lingkungan dan merawat alam bagi generasi penerus kita kelak,' kata Ketua Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru Saptoyo saat memberikan materi pengelolaan wisata konservasi di Malang selatan.
Ada delapan spot wisata yang menjadi objek unggulan dan sebagian menjadi wahana konservasi, di antaranya zona hutan mangrove, wahana terumbu karang di Pantai Tiga Warna serta rumah apung.
"Konservasi mangrove kami saat ini mencapai delapan hektare dan terus diperluas. Sementara di Tiga Warna BASB juga menggiatkan konservasi terumbu karang untuk rumah-rumah ikan," papar Saptoyo.
Menariknya, dengan berbagai wahana yang dikemas serba sederhana dan alami itu, Yayasan BASB memberlakukan wisata khusus dan terbatas untuk kawasan konservasi dilindungi sebagaimana di Pantai Tiga Warna yang menjadi kawasan konservasi terumbu karang.
"Standar aturan ketat kami berlakukan kepada wisatawan saat berkunjung dan snorkling agar tidak sampai merusak struktur terumbu karang yang sudah terbentuk," kata Lia Putri, pemandu wisata setempat.
Humas Perum Perhutani KPH Kediri Agung Tri Hartanto mengaku terkesan dengan gerakan konservasi yang dilakukan BASB bersama masyarakat sekitar kawasan.
Menurut dia, pengelolaan sisi kepariwisataan berbasis konservasi dan lingkungan tersebut seharusnya bisa dicontoh untuk diterapkan dalam pengelolaan objek wanawisata atau ekowisata mangrove di Pantai Cengkrong dan Damas.
"Di sini ada beberapa wahana wisata konservasi mangrove, pantai yang indah, snorkling, rumah apung dan sebagianya. Wisatawan diajak jalan kaki dari satu destinasi ke destinasi lain. Itu menarik dan seharusnta bisa diadopsi untuk pengelolaan wisata Pantai Cengkrong dan Damas, dengan segala potensi yang dimilikinya," kata dia.
Burhan, salah satu anggota LMDH Desa Karanggandu pun berharap pengembangan wisata yang terkonsolidasi dan manajemen yang tersistem baik diharapkan bisa diterapkan di kawasan wanawisata Cengkrong-Damas sehingga menjadi maju dan berkembang.
Ia juga berharap semua elemen terkait yang ada untuk saling bersinergi membangun kawasan wisata konservasi yang memberi dampak ekonomi pada masyarakat sekitarnya. (*)