Surabaya, (Antara Jatim) - Sejumlah produsen rokok yang tergabung dalam Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) menolak usulan perubahan batasan produksi pada perusahaan sigaret kretek mesin (SKM), karena akan mematikan pabrik padat karya sekaligus mengganggu penerimaan negara.
Ketua Harian Formasi Heri Susianto, di Surabaya, Sabtu mengatakan penolakan usulan perubahan batasan produksi yang dimaksud adalah untuk perusahaan rokok golongan dua, yang awalnya hanya beproduksi 2 miliar batang per tahun menjadi 3 miliar batang per tahun.
"Perubahan batasan produksi yang tidak seimbang itu justru merugikan pabrik rokok kecil," katanya.
Heri beralasan, usulan itu sangat kontraproduktif karena pabrik kecil rokok akan tergencet hingga akhirnya gulung tikar lantaran kalah bersaing, sehingga akan mengurangi penerimaan cukai rokok.
Ia menjelaskan, seharusnya perusahaan rokok yang mengusulkan, naik kelas ke golongan I dengan tarif tinggi, tidak menetap di golongan II dengan menikmati tarif rendah golongan kecil.
"Pabrik yang sebelumnya hanya mampu memproduksi 2 miliar batang ke bawah akan tertekan, dan cukai dari pabrik besar diperkirakan berkurang karena digerogoti pabrik dengan produksi mendekati 3 miliar batang per tahun. Sedangkan penerimaan cukai
pabrik dengan produksi 0 hingga 2 miliar batang per tahun digerogoti peredaran rokok ilegal," katanya
Karena itulah, Formasi mengusulkan harus adanya penggolongan produksi rokok yang
lebih adil dan proporsional.
"Idealnya penggolongan batasan produksi menjadi tiga yaitu 0 hingga 2 miliar batang, 2 hingga 5miliar batang, dan 5 miliar batang ke atas," katanya.
Dengan penggolongan seperti itu, kata Heri, kelangsungan usaha kecil dengan produksi 0 hingga 2 miliar batang per tahun tidak terganggu, begitu juga dengan yang produksi 5 miliar batang ke atas per tahun juga tidak terganggu.
Di sisi lain, pelaku usaha kecil rokok bisa bernafas karena tarif cukai masih moderat, sehingga dapat mengakomodasi kepentingan berbagai pihak.(*)