Madiun (Antara Jatim) - Produksi tembakau milik petani di Desa Ngale, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, mengalami penurunan akibat gagal panen menyusul anomali cuaca yang terjadi pada musim kemarau tahun ini.
Sesuai data desa setempat, dari 126 lahan tembakau di Desa Ngale, sekitar 90 hektare di antaranya mengalami gagal panen karena tanaman tembakau menguning dan akhirnya membusuk akibat tingginya curah hujan.
"Padahal setiap hektare lahan bisa menghasilkan 2 ton tembakau kering," ujar Kepala Desa Ngale sekaligus Ketua Asosiasi Petani Tembakau Kabupaten Madiun, Lilik Indarto kepada wartawan di Madiun, Kamis.
Ia berasumsi, dari lahan tembakau seluas 126 hektare bisa menghasilkan sekitar 252 ton tembakau kering. Namun, akibat 90 hektare lahan tembakau gagal panen, prouksi tembakau turun drastis hanya menjadi sekitar 72 ton saja.
"Yang tersisa itupun kualitasnya tidak bagus karena kadar nikotinnya masih rendah. Hal itu karena petani terpaksa memanen lebih awal guna menghindari kerusakan yang lebih parah akibat terkena hujan," kata dia.
Menurut dia, penurunan produksi tersebut membuat petani rugi ratusan juta rupiah. Hal itu jika melihat dari harga jual tembakau kering saat ini yang mencapai Rp34 ribu per kilogram.
"Kerugian itu belum termasuk biaya penanaman yang dikeluarkan petani sekitar Rp26 juta per hektare," kata dia.
Ia menjelaskan, tanah di Desa Ngale sebenarnya tergolong subur dan cocok ditanami tembakau. Bahkan, tembakau produksi Desa Ngale dikenal dengan aroma dan warna yang khas. Begitu juga dengan kontur daunnya yang lebih tebal.
Selain itu, hal yang membuat petani beralih ke tembakau karena tanaman tembakau bisa dipanen selama empat bulan hingga Oktober mendatang. Karena teknik memanennya dengan memetik tiga daun terbawah dari masing-masing pohon.
Biasanya, bulan Juni seiring memasuki musim kemarau, sudah mulai panen. Tapi dengan kondisi hujan yang masih sering terjadi pada saat ini, membuat semua tidak sesuai harapan.
Sekretaris Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Madiun Hadi Subandono mengaku tidak dapat berbuat banyak atas kondisi yang dihadapi petani tembakau. Hal itu karena faktor cuaca sulit diprediksi.
"Curah hujan yang tinggi merusak tanaman tembakau yang ada. Padahal, sekali rusak tanaman tembakau memang tak bisa terselamatkan meskipun usianya sudah tua dan menjelang panen," kata Hadi.
Pihaknya telah melakukan peninjauan ke perkebunan tembakau terkait dan menyarankan agar petani memperdalam got di tengah ladang guna menampung air hujan.
Data Dishutbun Kabupaten Madiun mencatat, sentra tembakau di wilayah setempat terdapat di empat kecamatan, yaitu Kecamatan Pilangkenceng, Mejayan, Saradan, dan Balerejo dengan luas lahan lebih dari 276 hektare. Sentra terbanyak terdapat di Desa Ngale, Pilangkenceng. (*)