Jakarta (Antara) - Claudio Ranieri mungkin telah mencapai gelar liga utama pertamanya dalam tiga dekade menjadi pelatih namun orang yang menginspirasi Leicester itu mengaku pernah menghadapi awal yang sulit dalam karirnya sewaktu di Italia yang hampir membuatnya menyerah untuk tidak melatih.
Setelah trofi Liga Utama Inggris di tangannya, Ranieri kini bisa mengubur pandangan bahwa dia selamanya adalah "pengiring penganten" karena hanya bisa membuat Roma, Juventus dan Monaco menjadi runner-up liga.
Tim pertama yang ditangani pelatih asal Italia berusia 64 tahun itu adalah klub amatir Vigor Lamezia di Calabria pada 1986. Kemudian Puteolana dekat Naples.
"Ya tentu saja," kata Ranieri ketika ditanya apakah dia pernah merenungkan masa depannya di luar sepak bola.
"Pada awal di Puteolana dan Lamezia, saya berada di puncak liga tanpa sekali pun kalah tapi itu keanehan yang tidak saya sukai, saya tak akan bilang anehnya di mana, dan kemudian saya bilang, 'Bye bye, saya mau pulang.' Dan saya memang pergi. Tahun kedua terjadi kurang lebih sama. Saya menukangi sebuah tim kecil (Puteolana) di Serie C tanpa pemain: Saya memainkan satu pertandingan dengan 10 pemain, seingat saya ya, bukan 11 orang."
"Tapi tahukah Anda, hal aneh terjadi ketika mereka memecat saya. Dan waktu itu saya bilang, 'Ini bukan bidang saya, saya suka lapangan bola, saya suka sepak bola tetapi terlalu banyak politik dan saya bukan orang politik'. Saya orang lurus."
"Jadi saya bilang, 'ini bukan pekerjaan saya'. Kemudian mereka memecat lagi dua pelatih lainnya. Dan mereka juga mengubah pemilik klub. Si pemilik memanggil saya kembali untuk menuntaskan musim itu. Mereka sudah terdegradasi namun para pemain berkata, 'Kami ingin Claudio kembali'. Dan kemudian saya menunggu dan tiba-tiba saya menerima panggilan dari Cagliari karena kami mengalahkan Cagliari –saat itu kami tim liliput menghadapi raksasa karena Cagliari adalah tim besar bagi Serie C – dari dari situ, jadi mudah!"
Ketika Ranieri tiba di Leicester Juli tahun lalu ada persepsi luas bahwa masanya sebagai manajer klub liga elite akan berakhir setelah priode nestapa sebagai manajer Timnas Yunani.
Namun Ranieri mengakui bahwa titik terendahnya justru terjadi ketika di Valencia pada 2005.
"Orang bilang pada saya 'momen terburuk adalah Yunani', padahal bukan itu, momen terburuk adalah tahun kedua di Valencia."
"Saya waktu bilang kepada pemilik klub dan direktur olah raga: 'Ini akan menjadi musim yang sangat sulit karena musim ini mencapai hal yang lebih dari mukin'".
"Mereka menjuarai liga di Spanyol, juara UEFA di bawah (Rafael) Benítez dan kini akan menjadi musim yang sulit. Mereka bilang, 'Kami kini membawamu kembali ke Valencia karena semua orang mencintai kamu'. Dan saya bilang, 'Ya tapi kalian bantu saya'. (Mereka bilang) 'Ya Claudio, ya Claudio'. Lalu Claudio dipecat," kata Ranieri seperti dikutip The Guardian. (*)