Jakarta (Antara) - Pembebasan 10 warga negara Indonesia (WNI) yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina dipastikan tidak ada uang tebusan, namun dilakukan dengan cara negosiasi, kata Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zein selaku negosiator dalam upaya pembebasan WNI.
"Pembebasan tersebut dilakukan tanpa uang tebusan, melainkan negosiasi atas kerja sama intelijen TNI dengan intelijen tentara Filipina," kata Kivlan Zein ketika dikonfirmasi melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta.
Menurut Kivlan yang saat ini berada di Filipina, selaku pihak yang mewakili perusahaan PT Patria Maritime Lines, dirinya telah melakukan negosiasi sejak 27 Maret 2016.
Sejak hari itu, terus dilakukan pendekatan atas nama perusahaan dan mendapat bantuan dari pihak lokal di Filipina.
Bantuan terutama diberikan oleh Gubernur Sulu Abdusakur Tan II yang merupakan keponakan pimpinan Moro National Liberation Front (MNLF) Nur Misuari karena penculiknya Al Habsyi Misa yang merupakan mantan supir dan pengawal saat menjadi Gubernur Otonomi Muslim in Mindanao atau ARMM pada 1996-2001.
"Maka, saya sebagai wakil perusahaan meminta bantuannya untuk membujuk sang penculik WNI, dan berhasil membujuknya," kata Kivlan.
Sementara itu, intel Badan Intelijen Strategis (Bais) dan intel Filipina melalui pendekatan ke kepala desa, camat, walikota dan gubernur Sulu membujuk penculik dan menekan dengan serangan militer dan pemboman, maka dengan tekanan dan bujukan akhirnya secara ikhlas sandera diatur di lepas ke gubernur Sulu.
Saat ini, dia mengaku tengah dalam proses pembebasan empat WNI awak kapal TB Henry yang juga di Filipina.
"Jadi kita telah mengetahui letak posisi mereka di mana. Saya sudah kontak dengan yang pegang empat orang itu. Semoga bisa kita bebaskan," kata Kivlan.
Namun, mantan Kepala Staf Kostrad ini meminta agar tidak ada upaya-upaya yang justru akan mengacaukan perundingan yang saat ini sedang berjalan. Apalagi pihak-pihak yang hanya ingin mencari nama. (*)